Minggu, 24 Agustus 2014

Me and Natsu (Part 2)


Post sebelumnya: Me and Natsu
Bismillaahirrohmaanirrohiim...

Petualanganku bermula dari pendakian Gunung Fuji bersama 10 orang teman dari Indonesia pada tanggal 4-5 Agustus 2014. Dari Shinjuku, kami pergi ke titik pendakian ke-5 Gunung Fuji dengan menaiki bus. Hampir saja kami ketinggalan bus karena terlambat sampai ke terminal (=,=) *kebiasaan orang Indonesia nih. Dari Shinjuku ke titik pendakian ke-5 hanya memakan waktu kurang lebih 2 setengah jam (kalau ga salah). Jam setengah 6 sore kami sampai di sana. Anginnya kenceng dan udaranya “sejuuuuuk” banget! Ga beda jauh sama pas waktu datang ke Jepang bulan April lalu (=,=) Langsung deh buru-buru pake baju double & jaket tebel. Di lokasi ini pemandangannya indaaaaaaaaaaah banget! Banyak toko oleh-oleh dan jajanan makanan.  Setelah makan bekal yang dibawa, jalan-jalan bentar, shalat, dan tidak lupa foto-foto (hehe), pada jam 8 malam kami mulai mendaki gunung Fuji. Ada 9 titik pendakian. Dari titik pertama sampai ke-5 kan naik bus, dari titik ke-6 sampai ke-9 naik kaki sendiri. Hehe...

Untuk sampai ke titik ke-6 harus melewati tanjakan yang tinggi-tinggi selama 1 jam. Jujur, perjalanan pertama ke titik ke-6 ini bagiku yang paling melelahkan. Baru juga mulai, udah ngos-ngosan berat. Maklum, baru pertama kali daki gunung *hehe. Tapi kata temen, itu karena belum terbiasa aja sama udara di sana. Sampai di titik ke-6, istirahat bentar, terus lanjut daki lagi. Mulai dari titik ke-6, untuk sampai ke titik-titik selanjutnya butuh waktu yang lebih lama & tracknya pun ternyata lebih menantang. Kayak contohnya mulai dari titik ke-7 ke atas, udah ga ada jalanan nanjak lagi, tapi lebih ke batu-batu yang harus dipanjat yang bisa dibilang hampir mirip tebing. Kaki gerak, tangan juga gerak buat “ngedaki” tuh tebing. Saking capeknya sempat terlintas di kepala ingin balik lagi ke bawah. Tapi udah ga mungkin. Mendaki Gunung Fuji sudah menjadi salah satu impianku sejak SMA, lagian kami mendaki bareng-bareng bersebelas. Toh sebagian besar dari mereka juga sudah berpengalaman sama yang namanya daki gunung, jadi ga perlu ada yang dikhawatirkan (walaupun saat itu cuacanya termasuk lagi buruk). Walau angin di sana gede banget, berkabut, dan gerimis pula, tak ada yang bisa dilakukan lagi selain berjuang sampai akhir (T_T)

Tapi walau cuaca kurang baik, kami disuguhkan oleh pemandangan indah yang benar-benar tak terlupakan. Pancaran cahaya dari sudut kota, seakan-akan seperti melihatnya dari pesawat terbang, dan hamparan bintang yang gemerlap dengan dilatari langit hitam kelam.  Aku rasa pemandangan langit malam itu adalah yang terindah yang pernah aku lihat seumur hidupku. Bukannya lebay, tapi bagiku memandangi langit ketika itu bagaikan melihat luar angkasa, benar-benar terasa bahwa ternyata bumi ini memang bulat. Di sana aku berpikir, rasanya ajaib juga langit seindah ini adalah salah satu bagian dari langit yang biasa aku pandang dari tempat lain. Bahwa ternyata keindahan ini dapat terlihat dari tempat yang berbeda seperti tempat biasa aku berada. Subhanallah (; _ ;) Sayangnya pemandangan ini tidak dapat diabadikan oleh hanya lensa kamera. Beberapa kali aku coba foto, hasilnya nihil. Tidak terlihat :( Karena secanggih apapun lensa kamera, tentu saja tidak dapat menandingi kehebatan lensa mata sungguhan. Sebagus apapun keindahan yang terpancar di foto, tak akan bisa menandingi keindahan dari melihatnya secara langsung :’)

Singkat cerita, setelah berkali-kali beristirahat sejenak dan lalu melanjutkan perjalanan kembali, setelah melewati rintangan yang paling ‘sadis’ menuju titik ke-9, pada jam setengah 4 pagi sampailah kami di puncak Gunung Fuji. Saat itu langit masih gelap dan banyak sekali orang-orang ‘berkeliaran’ di tempat-tempat makan yang berada di sana. Setelah melakukan shalat subuh yang paling eksrtrem (karena ditemani oleh angin besar dan suhu rendah luar biasa), kami duduk di pinggiran puncak untuk menanti sunrise. Sambil terus menggigil, aku yang ketika awal pendakian sangat semangat untuk sampai ke puncak, sekarang malah ingin cepat-cepat turun kembali ke bawah karena suhu rendah yang tidak bersahabat. Masih terus berharap untuk melihat sunrise yang indah, matahari malah tidak muncul-muncul padahal waktu sudah sudah menunjukkan lebih dari jam setengah 4 pagi. Ternyata kami di-php-in matahari :’( Sebentar-sebentar muncul, lalu langsung hilang lagi. Begitu terus berulang kali. Haduh ini pemberi harapan palsu banget beneran. Ehhh tiba-tiba ga kerasa udah jam 6 pagi terus matahari ada di atas ufuk aja. Okeh gagal deh liat matahari terbit di negara matahari terbit. Hehe... Apa boleh buat. Yang penting alhamdulillah udah bisa sampai di puncak dengan selamat sehat walafiat.

Setelah membeli segelas susu hangat dan beristirahat sekitar satu setengah jam, jam setengah 8 pagi kami turun gunung. Ternyata rintangan-rintangan yang tadi telah terlewati tidak ada apa-apanya. Inilah “penderitaan” yang sesungguhnya. Walaupun pemandangan dari sana saat itu adalah yang paling paling paling indah sejak awal pendakian, namun tracknya sungguh membuat kaki rusak, terutama bagian lutut. Sakiiiiit bangettt (T_T) Tidak salah memang jika banyak orang berkata naik gunung itu lebih susah turunnya dibandingkan naiknya. Dan memang secarah ilmiah pun kaki menahan berat tubuh lebih besar ketika turun tangga dibandingkan naik tangga *korban iklan susu Anlene. Yah apapun itu, pokoknya 4 jam ketika turun itu adalah yang paling menyiksa kaki & juga batin *alah. Oya di sini ada beberapa foto ketika pendakian gunung Fuji. Alhamdulillah pada jam setengah 12 kami sampai di titik pendakian ke-5.  Jam 1 siang dengan menaiki bus kami kembali ke Shinjuku. Sampai-sampai di rumah inginnya sih istirahat karena seharian tadi belum tidur. Tapi apa dikata, cuma bisa tidur sejam doang (=__=) Ga tau kanapa ga bisa tidur lagi terus ujung-ujungnya tidur jam 12 malem. Padahal besok paginya harus bangun pagi buat siap-siap Kantou Trip (T_T)

Kantou adalah salah satu region di Jepang yang meliputi berbagai kota seperti Tokyo, Tochigi, dan Chiba. Kalau di Indonesia, region ini bisa disamakan seperti provinsi lah. Aku dan sahabatku, Lia, sudah berencana sejak lama untuk jalan-jalan ke berbagai daerah di Kantou pada musim panas ini. Selain karena tidak membutuhkan waktu lama dari Tokyo, juga biayanya yang pastinya lebih murah. Untuk meningkatkan jumlah turis internasional, perusahaan kereta api Jepang, Japan Railways, atau sering disebut JR, mengadakan harga tiket spesial bagi orang-orang yang memengang paspor luar negeri (selain paspor Jepang). Salah satunya adalah harga untuk trip di Kantou selama 3 hari yang bernama “Kantou Pass”. Selain itu, yang terkenal adalah harga untuk trip ke seluruh daerah di Jepang selama 7 hari yang bernama “Seishun 18 Kippu”. Untuk lebih jelasnya, ada infonya di sini. Aku dan Lia membeli Kantou Pass itu. ‘Hanya’ dengan 8000 yen, kami dapat berpergian ke daerah di Kantou mana saja dengan menggunakan kereta JR, baik yang lokal, rapid, special rapid, dan bahkan shinkansen (^o^)

Oya sekadar info, perusahaan kereta di Jepang itu ada banyak sekali, tapi yang paling terkenal JR, karena dulunya adalah milik pemerintah Jepang. Selain itu, jenis kereta api berdasarkan jumlah pemberhentian di stasiun juga ada banyak. Jujur aku tidak hapal seluruh urutan tsb (contohnya seperti yg tadi telah aku tulis: local, rapid, special rapid, dll). Belum lagi ada jenis kereta lain seperti kereta bawah tanah, monorail, dan bahkan trem (=o=) Peta jalur kereta api Jepang juga ribet banget. Jiks baru awal-awal datang ke sini pasti ga ngerti terus males bangeeettt liatnya. Tapi kalau udah paham, ternyata tidak sulit kok baca jalur-jalurnya (^_^) *dalam semua hal kayaknya gitu deh ya? (=,=)

Ok balik lagi ke cerita. Hari pertama aku dan Lia pergi ke daerah namanya Tochigi, kedua ke Kamakura, dan ketiga ke pulau bernama Enoshima. Ada satu kesamaan dari ketiga tempat ini, yang bisa dibilang menjadi tema perjalan kami pada libur musim panas kemarin: Kuil. Ya, wisata kuil (≧∇≦) Karena kami menyukai bangunan tua dan tradisional, jadi kami memutuskan untuk mengunjungi beberapa kuil di daerah Kantou. Ketiga destinasi perjalanan kami ini bersejarah dan sangat terkenal di kalangan para turis, baik mancanegara maupun internasional. Di Tochigi, tepatnya di gunung bernama Nikko, ada kuil Buddha & Shinto yang terkenal akan ukirannya yang indah, detail, dan warnanya yang beragam. Kuil ini adalah salah satu warisan dunia. Lalu di Kamakura, ada kuil Buddha yang sangat bersejarah yang memiliki patung Buddha terbesar kedua di Jepang setelah kuil Toudaiji di Nara. Patung Buddha besar ini disebut dengan “Daibutsu”. Dan di Enoshima, ada kuil tertua dalam gua di dasar tebing tepi laut yang terkenal akan legenda keabadian cinta nya. Karena tidak menarik kalau hanya diceritakan saja, berikut ada gambar-gambar yang aku ambil ketika perjalan saat itu: Nikko, Kamakura, Enoshima.

Di antara ketiga tempat tadi, ada beberapa hal menarik. Di Enoshima banyak sekali kuciiiiiing! \(≧∇≦)/ *banzaaaai! Setelah searching di internet, Enoshima ini ternyata tempat nomor satu di Jepang (selain Pulau Kucing) yang memiliki banyak kucing!! Bahagia banget bisa liat kucing gendut-gendut dan unyu-unyu kayak mereka. Walaupun mereka kucing liar, tapi mereka ‘ramah’ banget dan mau untuk dielus-elus oleh manusia. Bahagianyaaaaa~ beda banget sama kucing-kucing liar di Tokyo (=_=) Selain kucing, ternyata di Enoshima ada banyak juga pasangan. Sampai bossseeeen banget mergokinnya. Dimana-mana, cewe sama cowo gandengan tangan. Mulai dari murid berseragam sekolah, sampai yang seumuran orang tua sendiri (=_=) Maklum, berdasarkan legenda, pulau Enoshima ini memang terbentuk atas dasar cinta, cinta seekor naga kepada seorang Dewi. Makanya di pulau itu banyak hal-hal untuk pasangan, seperti kuil cinta, gembok cinta, dll (wah salah kayaknya aku pergi berdua ke sana bareng Lia wkwk). Tapi selain itu, rasanya ada alasan lain juga kenapa pulau ini populer bagi pasangan: sunsetnya yang indah. Karena itulah pulau ini sering dijadikan sebagi lokasi syuting film romantis, salah satunya: Hidamari no Kanojo. Pemeran utama cowo di film ini adalah salah satu member Arashi, boyband Jepang yang aku sukai. Makanya perjalanan kami kali ini juga tidak jauh sama yang namanya fangirlingan. Cari-cari lokasi syuting yang pernah dipake dalam film itu, hehe... #salahfokus. Setelah mengunjungi Enoshima pada hari ketiga, maka selesailah Kantou Trip kami.

Akhirnya, hari yang paling aku tunggu-tunggu sejak awal aku datang ke Jepang April lalu pun tiba. Hari dimana aku pulang untuk menemui keluargaku di Osaka. Tengah malam tanggal 11 Agustus 2014 aku sendirian pergi ke terminal bus di Ikebukuro. Perjalanan Tokyo-Osaka menempuh waktu sekitar 8 jam dengan menggunakan bus. Sekitar pukul 8 pagi, perasaanku sudah tidak karuan, deg-degan untuk bertemu lagi dengan saudaraku, Kotomi, yang akan menjemputku di stasiun terdekat dengan terminal bus. Jam 8.25, aku turun dari bus, segera menuju stasiun. Rasa tegang ini makin menjadi. Ketika aku masuk ke stasiun dan menunggu di depan jalur kereta, Kotomi berteriak sambil berlari kepadaku dari arah depan. Kami sontan berpelukan. Ya Allah, alhamdulillah akhirnya setelah 3 tahun lamanya bisa ketemu lagiiiiiiiii, dan ketemunya di Jepang!!! Bahagia bangeeeeettt!!! Rasanya ga percaya juga bisa menginjakkan kaki lagi di Osaka (ToT)

Ga membuang-buang waktu, di sana kami langsung menaiki kereta menuju Universitas Osaka (Handai). Kami memutuskan untuk menghadiri open campus di sana. Selama perjalanan di kereta, aku melihat sudut osaka lain yang belum aku pernah lihat 3 tahun lalu: ndeso. Haha. Jadi Handai ini terletak di lokasi yang bisa dibilang ndeso banget lah. Di sana-sini gunung dan hamparan padang rumput. Tapi menurutku justru itulah yang menjadi daya tariknya (^_^) Selama open campus, kami juga ditemani oleh salah seorang teman Kotomi yang baru saja pulang dari Indonesia bernama Hideto. Dia 10 bulan pertukaran pelajar di Indonesia dan baru pulang ke Jepang awal Agustus lalu. Walau hanya 10 bulan, tapi sudah lancar berbahasa Indonesia (*o*) Kadang dia berbicara denganku dengan bahasa Indonesia. Tapi ketika mengobrol dengan Kotomi, menggunakan logat Osaka. Uhhhhh udah lama banget ga denger langsung logat Osaka, kangeeen (>o<) Sekilas info, katanya orang-orang di daerah Kansai (Osaka, Kyoto, dll) itu katanya lebih ramah dibandingkan orang-orang di daerah lainnya, terutama Tokyo. Dan sepertinya aku setuju dengan hal itu begitu bertemu dengan Hideto yang ramah & konyol. Pulang dari open campus, kami pergi ke taman bersejarah yang terkenal: Banpaku Kinen Kouen. Sudah lama aku ingin ke sana, karena tempat itu pernah dijadikan lokasi syuting movie Jepang yang aku suka, hehe *lagi-lagi fangirling. Di sana kami melihat-lihat museum dan ladang bunga matahari (^_^)

Sore pukul 6, kami pulang menuju rumah masing-masing. Rumah keluarga Kotomi sudah menjadi rumahku. Satu-satunya tempat aku kembali di negeri ini. Perlu waktu sekitar 30 menit dari pusat kota Osaka untuk pulang. Di kereta, Kotomi memberitahu bahwa Mama dan Mii-chan (sepupu kecilku) sudah menunggu di depan stasiun untuk menjemput kami. Lagi-lagi, perasaanku jadi campur aduk. Senang sekaligus tidak percaya karena dapat menginjakkan kaki lagi di sini, dan tegang akan bertemu kembali dengan Mama, Papa, dan yang lainnya setelah 3 tahun lamanya. Sampai di stasiun, aku melihat sosok Mama & Mii-chan. Begitu keluar, aku langsung memeluk mereka. Setelah itu dengan menggunakan mobil, kami menuju rumah. Di luar rumah, ada Papa, kakek, nenek, Uutan (adikku), paman & bibi (orang tua Mii-chan) yang sudah menunggu kedatangan kami. Rindu sekali aku dengan mereka! Alhamdulillah setelah 3 tahun ‘pergi’, aku bisa pulang ke rumah yang satu ini! (ToT) Malam itu kami akhiri dengan makan dan bermain kembang api bersama.

Singkat cerita, 4 hari aku habiskan waktu di Osaka dengan mereka. Bercerita banyak hal, jalan-jalan ke Kyoto dan Nara, juga menelusuri beberapa tempat di Osaka. Sebenarnya kebanyakan tempat yang kami kunjungi saat itu adalah tempat yang sudah pernah aku datangi, seperti Kiyomizu-dera, Toudaiji, dan Oosaka-jou. Tapi walaupun begitu, kebersamaan dengan merekalah yang paling berharga. Kemanapun itu tak masalah, asal bisa berkumpul kembali dengan mereka yang aku sayangi :’) *uhuk. Karena kalau diceritain lebih detail lagi bakal panjang, mending liat gambarnya aja hehe: Osaka.

4 hari terasa begitu cepat. Lagi-lagi perpisahan sudah di depan mata. Ingin nangis rasanya bila harus berpisah lagi dengan mereka. Tapi walaupun begitu, aku tetap harus kembali ke Tokyo. Dan kalaupun suatu saat aku tinggal di Osaka, belum tentu bisa kapan pun bertemu dengan keluarga. Walau sudah sama-sama di Jepang, tapi tidak bisa bertemu setiap saat. Itulah alasan yang selalu membuatku merasa sedih. Terutama ketika melihat nenek mengantarku di jalan menuju stasiun. Berkaca-kaca mata ini melihat nenek yang terus melambaikan tangan mengantarkan kepergianku. Hiiiiikssss.... (T__T) Tapi mama bilang, kali ini aku tidak pulang ke Indonesia. “Hanya” Tokyo. Oleh sebab itu mama tidak sedih dan merasa selalju bisa bertemu kembali denganku. Apalagi katanya nanti Kotomi dan Mama akan menjengukku ke Tokyo akhir bulan ini. Baiklah, tenangkan hatimu Fa, tidak boleh sampai nangis bombay lagi seperti 3 tahun yang lalu.
(; __ ;)

Malam itu pukul 11 malam aku naik bus untuk kembali ke Tokyo. Kotomi & mama mengantarku sampai halte, dan menggu sampai bus yang aku naiki pergi. Lagi-lagi, perpisahan yang membuat hati ini tidak tenang. Tapi tak apa. Karena insha Allah kami akan segera bertemu kembali :’)

#To be continued

Next Post: Me & Natsu (Part 3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar