Post sebelumnya: Me and Natsu
Bismillaahirrohmaanirrohiim...
Petualanganku bermula dari
pendakian Gunung Fuji bersama 10 orang teman dari Indonesia pada tanggal 4-5
Agustus 2014. Dari Shinjuku, kami pergi ke titik pendakian ke-5 Gunung Fuji
dengan menaiki bus. Hampir saja kami ketinggalan bus karena terlambat sampai ke
terminal (=,=) *kebiasaan orang Indonesia nih. Dari Shinjuku ke titik pendakian
ke-5 hanya memakan waktu kurang lebih 2 setengah jam (kalau ga salah). Jam
setengah 6 sore kami sampai di sana. Anginnya kenceng dan udaranya “sejuuuuuk”
banget! Ga beda jauh sama pas waktu datang ke Jepang bulan April lalu (=,=)
Langsung deh buru-buru pake baju double & jaket tebel. Di lokasi ini pemandangannya
indaaaaaaaaaaah banget! Banyak toko oleh-oleh dan jajanan makanan. Setelah makan bekal yang dibawa, jalan-jalan
bentar, shalat, dan tidak lupa foto-foto (hehe), pada jam 8 malam kami mulai
mendaki gunung Fuji. Ada 9 titik pendakian. Dari titik pertama sampai ke-5 kan
naik bus, dari titik ke-6 sampai ke-9 naik kaki sendiri. Hehe...
Untuk sampai ke titik ke-6
harus melewati tanjakan yang tinggi-tinggi selama 1 jam. Jujur, perjalanan
pertama ke titik ke-6 ini bagiku yang paling melelahkan. Baru juga mulai, udah
ngos-ngosan berat. Maklum, baru pertama kali daki gunung *hehe. Tapi kata
temen, itu karena belum terbiasa aja sama udara di sana. Sampai di titik ke-6,
istirahat bentar, terus lanjut daki lagi. Mulai dari titik ke-6, untuk sampai
ke titik-titik selanjutnya butuh waktu yang lebih lama & tracknya pun
ternyata lebih menantang. Kayak contohnya mulai dari titik ke-7 ke atas, udah
ga ada jalanan nanjak lagi, tapi lebih ke batu-batu yang harus dipanjat yang bisa
dibilang hampir mirip tebing. Kaki gerak, tangan juga gerak buat “ngedaki” tuh
tebing. Saking capeknya sempat terlintas di kepala ingin balik lagi ke bawah.
Tapi udah ga mungkin. Mendaki Gunung Fuji sudah menjadi salah satu impianku
sejak SMA, lagian kami mendaki bareng-bareng bersebelas. Toh sebagian besar
dari mereka juga sudah berpengalaman sama yang namanya daki gunung, jadi ga
perlu ada yang dikhawatirkan (walaupun saat itu cuacanya termasuk lagi buruk).
Walau angin di sana gede banget, berkabut, dan gerimis pula, tak ada yang bisa
dilakukan lagi selain berjuang sampai akhir (T_T)
Tapi walau cuaca kurang
baik, kami disuguhkan oleh pemandangan indah yang benar-benar tak terlupakan.
Pancaran cahaya dari sudut kota, seakan-akan seperti melihatnya dari pesawat
terbang, dan hamparan bintang yang gemerlap dengan dilatari langit hitam
kelam. Aku rasa pemandangan langit malam
itu adalah yang terindah yang pernah aku lihat seumur hidupku. Bukannya lebay,
tapi bagiku memandangi langit ketika itu bagaikan melihat luar angkasa, benar-benar
terasa bahwa ternyata bumi ini memang bulat. Di sana aku berpikir, rasanya
ajaib juga langit seindah ini adalah salah satu bagian dari langit yang biasa
aku pandang dari tempat lain. Bahwa ternyata keindahan ini dapat terlihat dari
tempat yang berbeda seperti tempat biasa aku berada. Subhanallah (; _ ;)
Sayangnya pemandangan ini tidak dapat diabadikan oleh hanya lensa kamera.
Beberapa kali aku coba foto, hasilnya nihil. Tidak terlihat :( Karena secanggih
apapun lensa kamera, tentu saja tidak dapat menandingi kehebatan lensa mata
sungguhan. Sebagus apapun keindahan yang terpancar di foto, tak akan bisa
menandingi keindahan dari melihatnya secara langsung :’)
Singkat cerita, setelah
berkali-kali beristirahat sejenak dan lalu melanjutkan perjalanan kembali,
setelah melewati rintangan yang paling ‘sadis’ menuju titik ke-9, pada jam
setengah 4 pagi sampailah kami di puncak Gunung Fuji. Saat itu langit masih
gelap dan banyak sekali orang-orang ‘berkeliaran’ di tempat-tempat makan yang
berada di sana. Setelah melakukan shalat subuh yang paling eksrtrem (karena
ditemani oleh angin besar dan suhu rendah luar biasa), kami duduk di pinggiran
puncak untuk menanti sunrise. Sambil terus menggigil, aku yang ketika awal
pendakian sangat semangat untuk sampai ke puncak, sekarang malah ingin
cepat-cepat turun kembali ke bawah karena suhu rendah yang tidak bersahabat.
Masih terus berharap untuk melihat sunrise yang indah, matahari malah tidak
muncul-muncul padahal waktu sudah sudah menunjukkan lebih dari jam setengah 4
pagi. Ternyata kami di-php-in matahari :’( Sebentar-sebentar muncul, lalu
langsung hilang lagi. Begitu terus berulang kali. Haduh ini pemberi harapan
palsu banget beneran. Ehhh tiba-tiba ga kerasa udah jam 6 pagi terus matahari
ada di atas ufuk aja. Okeh gagal deh liat matahari terbit di negara matahari
terbit. Hehe... Apa boleh buat. Yang penting alhamdulillah udah bisa sampai di
puncak dengan selamat sehat walafiat.
Setelah membeli segelas
susu hangat dan beristirahat sekitar satu setengah jam, jam setengah 8 pagi
kami turun gunung. Ternyata rintangan-rintangan yang tadi telah terlewati tidak
ada apa-apanya. Inilah “penderitaan” yang sesungguhnya. Walaupun pemandangan
dari sana saat itu adalah yang paling paling paling indah sejak awal pendakian,
namun tracknya sungguh membuat kaki rusak, terutama bagian lutut. Sakiiiiit
bangettt (T_T) Tidak salah memang jika banyak orang berkata naik gunung itu
lebih susah turunnya dibandingkan naiknya. Dan memang secarah ilmiah pun kaki
menahan berat tubuh lebih besar ketika turun tangga dibandingkan naik tangga
*korban iklan susu Anlene. Yah apapun itu, pokoknya 4 jam ketika turun itu adalah
yang paling menyiksa kaki & juga batin *alah. Oya di sini ada
beberapa foto ketika pendakian gunung Fuji. Alhamdulillah pada jam setengah 12
kami sampai di titik pendakian ke-5. Jam
1 siang dengan menaiki bus kami kembali ke Shinjuku. Sampai-sampai di rumah
inginnya sih istirahat karena seharian tadi belum tidur. Tapi apa dikata, cuma
bisa tidur sejam doang (=__=) Ga tau kanapa ga bisa tidur lagi terus
ujung-ujungnya tidur jam 12 malem. Padahal besok paginya harus bangun pagi buat
siap-siap Kantou Trip (T_T)
Kantou adalah salah satu region
di Jepang yang meliputi berbagai kota seperti Tokyo, Tochigi, dan Chiba. Kalau
di Indonesia, region ini bisa disamakan seperti provinsi lah. Aku dan
sahabatku, Lia, sudah berencana sejak lama untuk jalan-jalan ke berbagai daerah
di Kantou pada musim panas ini. Selain karena tidak membutuhkan waktu lama dari
Tokyo, juga biayanya yang pastinya lebih murah. Untuk meningkatkan jumlah turis
internasional, perusahaan kereta api Jepang, Japan Railways, atau sering
disebut JR, mengadakan harga tiket spesial bagi orang-orang yang memengang
paspor luar negeri (selain paspor Jepang). Salah satunya adalah harga untuk
trip di Kantou selama 3 hari yang bernama “Kantou Pass”. Selain itu, yang
terkenal adalah harga untuk trip ke seluruh daerah di Jepang selama 7 hari yang
bernama “Seishun 18 Kippu”. Untuk lebih jelasnya, ada infonya di sini.
Aku dan Lia membeli Kantou Pass itu. ‘Hanya’ dengan 8000 yen, kami dapat berpergian
ke daerah di Kantou mana saja dengan menggunakan kereta JR, baik yang lokal,
rapid, special rapid, dan bahkan shinkansen (^o^)
Oya sekadar info,
perusahaan kereta di Jepang itu ada banyak sekali, tapi yang paling terkenal
JR, karena dulunya adalah milik pemerintah Jepang. Selain itu, jenis kereta api
berdasarkan jumlah pemberhentian di stasiun juga ada banyak. Jujur aku tidak
hapal seluruh urutan tsb (contohnya seperti yg tadi telah aku tulis: local,
rapid, special rapid, dll). Belum lagi ada jenis kereta lain seperti kereta
bawah tanah, monorail, dan bahkan trem (=o=) Peta jalur kereta api Jepang juga
ribet banget. Jiks baru awal-awal datang ke sini pasti ga ngerti terus males
bangeeettt liatnya. Tapi kalau udah paham, ternyata tidak sulit kok baca jalur-jalurnya
(^_^) *dalam semua hal kayaknya gitu deh ya? (=,=)
Ok balik lagi ke cerita.
Hari pertama aku dan Lia pergi ke daerah namanya Tochigi, kedua ke Kamakura,
dan ketiga ke pulau bernama Enoshima. Ada satu kesamaan dari ketiga tempat ini,
yang bisa dibilang menjadi tema perjalan kami pada libur musim panas kemarin:
Kuil. Ya, wisata kuil (≧∇≦) Karena kami menyukai
bangunan tua dan tradisional, jadi kami memutuskan untuk mengunjungi beberapa
kuil di daerah Kantou. Ketiga destinasi perjalanan kami ini bersejarah dan
sangat terkenal di kalangan para turis, baik mancanegara maupun internasional. Di
Tochigi, tepatnya di gunung bernama Nikko, ada kuil Buddha & Shinto yang
terkenal akan ukirannya yang indah, detail, dan warnanya yang beragam. Kuil ini
adalah salah satu warisan dunia. Lalu di Kamakura, ada kuil Buddha yang sangat
bersejarah yang memiliki patung Buddha terbesar kedua di Jepang setelah kuil
Toudaiji di Nara. Patung Buddha besar ini disebut dengan “Daibutsu”. Dan di
Enoshima, ada kuil tertua dalam gua di dasar tebing tepi laut yang terkenal
akan legenda keabadian cinta nya. Karena tidak menarik kalau hanya diceritakan
saja, berikut ada gambar-gambar yang aku ambil ketika perjalan saat itu: Nikko,
Kamakura, Enoshima.
Di antara ketiga tempat
tadi, ada beberapa hal menarik. Di Enoshima banyak sekali kuciiiiiing! \(≧∇≦)/ *banzaaaai! Setelah searching di internet, Enoshima ini
ternyata tempat nomor satu di Jepang (selain Pulau Kucing) yang memiliki banyak
kucing!! Bahagia banget bisa liat kucing gendut-gendut dan unyu-unyu kayak
mereka. Walaupun mereka kucing liar, tapi mereka ‘ramah’ banget dan mau untuk
dielus-elus oleh manusia. Bahagianyaaaaa~ beda banget sama kucing-kucing liar
di Tokyo (=_=) Selain kucing, ternyata di Enoshima ada banyak juga pasangan. Sampai
bossseeeen banget mergokinnya. Dimana-mana, cewe sama cowo gandengan tangan.
Mulai dari murid berseragam sekolah, sampai yang seumuran orang tua sendiri
(=_=) Maklum, berdasarkan legenda, pulau Enoshima ini memang terbentuk atas
dasar cinta, cinta seekor naga kepada seorang Dewi. Makanya di pulau itu banyak
hal-hal untuk pasangan, seperti kuil cinta, gembok cinta, dll (wah salah kayaknya
aku pergi berdua ke sana bareng Lia wkwk). Tapi selain itu, rasanya ada alasan
lain juga kenapa pulau ini populer bagi pasangan: sunsetnya yang indah. Karena
itulah pulau ini sering dijadikan sebagi lokasi syuting film romantis, salah
satunya: Hidamari no Kanojo. Pemeran utama cowo di film ini adalah salah satu
member Arashi, boyband Jepang yang aku sukai. Makanya perjalanan kami kali ini
juga tidak jauh sama yang namanya fangirlingan. Cari-cari lokasi syuting yang
pernah dipake dalam film itu, hehe... #salahfokus. Setelah mengunjungi Enoshima
pada hari ketiga, maka selesailah Kantou Trip kami.
Akhirnya, hari yang paling
aku tunggu-tunggu sejak awal aku datang ke Jepang April lalu pun tiba. Hari
dimana aku pulang untuk menemui keluargaku di Osaka. Tengah malam tanggal 11
Agustus 2014 aku sendirian pergi ke terminal bus di Ikebukuro. Perjalanan
Tokyo-Osaka menempuh waktu sekitar 8 jam dengan menggunakan bus. Sekitar pukul
8 pagi, perasaanku sudah tidak karuan, deg-degan untuk bertemu lagi dengan
saudaraku, Kotomi, yang akan menjemputku di stasiun terdekat dengan terminal
bus. Jam 8.25, aku turun dari bus, segera menuju stasiun. Rasa tegang ini makin
menjadi. Ketika aku masuk ke stasiun dan menunggu di depan jalur kereta, Kotomi
berteriak sambil berlari kepadaku dari arah depan. Kami sontan berpelukan. Ya
Allah, alhamdulillah akhirnya setelah 3 tahun lamanya bisa ketemu lagiiiiiiiii,
dan ketemunya di Jepang!!! Bahagia bangeeeeettt!!! Rasanya ga percaya juga bisa
menginjakkan kaki lagi di Osaka (ToT)
Ga membuang-buang waktu,
di sana kami langsung menaiki kereta menuju Universitas Osaka (Handai). Kami
memutuskan untuk menghadiri open campus di sana. Selama perjalanan di kereta,
aku melihat sudut osaka lain yang belum aku pernah lihat 3 tahun lalu: ndeso.
Haha. Jadi Handai ini terletak di lokasi yang bisa dibilang ndeso banget lah.
Di sana-sini gunung dan hamparan padang rumput. Tapi menurutku justru itulah
yang menjadi daya tariknya (^_^) Selama open campus, kami juga ditemani oleh
salah seorang teman Kotomi yang baru saja pulang dari Indonesia bernama Hideto.
Dia 10 bulan pertukaran pelajar di Indonesia dan baru pulang ke Jepang awal
Agustus lalu. Walau hanya 10 bulan, tapi sudah lancar berbahasa Indonesia (*o*)
Kadang dia berbicara denganku dengan bahasa Indonesia. Tapi ketika mengobrol
dengan Kotomi, menggunakan logat Osaka. Uhhhhh udah lama banget ga denger
langsung logat Osaka, kangeeen (>o<) Sekilas info, katanya orang-orang di
daerah Kansai (Osaka, Kyoto, dll) itu katanya lebih ramah dibandingkan
orang-orang di daerah lainnya, terutama Tokyo. Dan sepertinya aku setuju dengan
hal itu begitu bertemu dengan Hideto yang ramah & konyol. Pulang dari open
campus, kami pergi ke taman bersejarah yang terkenal: Banpaku Kinen Kouen.
Sudah lama aku ingin ke sana, karena tempat itu pernah dijadikan lokasi syuting
movie Jepang yang aku suka, hehe *lagi-lagi fangirling. Di sana kami
melihat-lihat museum dan ladang bunga matahari (^_^)
Sore pukul 6, kami pulang
menuju rumah masing-masing. Rumah keluarga Kotomi sudah menjadi rumahku.
Satu-satunya tempat aku kembali di negeri ini. Perlu waktu sekitar 30 menit
dari pusat kota Osaka untuk pulang. Di kereta, Kotomi memberitahu bahwa Mama dan
Mii-chan (sepupu kecilku) sudah menunggu di depan stasiun untuk menjemput kami.
Lagi-lagi, perasaanku jadi campur aduk. Senang sekaligus tidak percaya karena
dapat menginjakkan kaki lagi di sini, dan tegang akan bertemu kembali dengan
Mama, Papa, dan yang lainnya setelah 3 tahun lamanya. Sampai di stasiun, aku
melihat sosok Mama & Mii-chan. Begitu keluar, aku langsung memeluk mereka.
Setelah itu dengan menggunakan mobil, kami menuju rumah. Di luar rumah, ada
Papa, kakek, nenek, Uutan (adikku), paman & bibi (orang tua Mii-chan) yang
sudah menunggu kedatangan kami. Rindu sekali aku dengan mereka! Alhamdulillah
setelah 3 tahun ‘pergi’, aku bisa pulang ke rumah yang satu ini! (ToT) Malam
itu kami akhiri dengan makan dan bermain kembang api bersama.
Singkat cerita, 4 hari aku
habiskan waktu di Osaka dengan mereka. Bercerita banyak hal, jalan-jalan ke
Kyoto dan Nara, juga menelusuri beberapa tempat di Osaka. Sebenarnya kebanyakan
tempat yang kami kunjungi saat itu adalah tempat yang sudah pernah aku datangi,
seperti Kiyomizu-dera, Toudaiji, dan Oosaka-jou. Tapi walaupun begitu,
kebersamaan dengan merekalah yang paling berharga. Kemanapun itu tak masalah,
asal bisa berkumpul kembali dengan mereka yang aku sayangi :’) *uhuk. Karena
kalau diceritain lebih detail lagi bakal panjang, mending liat gambarnya aja
hehe: Osaka.
4 hari terasa begitu
cepat. Lagi-lagi perpisahan sudah di depan mata. Ingin nangis rasanya bila
harus berpisah lagi dengan mereka. Tapi walaupun begitu, aku tetap harus
kembali ke Tokyo. Dan kalaupun suatu saat aku tinggal di Osaka, belum tentu
bisa kapan pun bertemu dengan keluarga. Walau sudah sama-sama di Jepang, tapi
tidak bisa bertemu setiap saat. Itulah alasan yang selalu membuatku merasa
sedih. Terutama ketika melihat nenek mengantarku di jalan menuju stasiun. Berkaca-kaca
mata ini melihat nenek yang terus melambaikan tangan mengantarkan kepergianku.
Hiiiiikssss.... (T__T) Tapi mama bilang, kali ini aku tidak pulang ke
Indonesia. “Hanya” Tokyo. Oleh sebab itu mama tidak sedih dan merasa selalju
bisa bertemu kembali denganku. Apalagi katanya nanti Kotomi dan Mama akan
menjengukku ke Tokyo akhir bulan ini. Baiklah, tenangkan hatimu Fa, tidak boleh
sampai nangis bombay lagi seperti 3 tahun yang lalu.
(; __ ;)
Malam itu pukul 11 malam
aku naik bus untuk kembali ke Tokyo. Kotomi & mama mengantarku sampai
halte, dan menggu sampai bus yang aku naiki pergi. Lagi-lagi, perpisahan yang
membuat hati ini tidak tenang. Tapi tak apa. Karena insha Allah kami akan
segera bertemu kembali :’)
#To be continued
Next Post: Me & Natsu (Part 3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar