Kamis, 08 Januari 2015

Penghujung 2014



Bismillaahirrohmaanirrohiim...

Ternyata sudah dua bulan berlalu sejak aku menulis post terakhir. Saking sudah lamanya, sampai-sampai aku harus membaca kembali isi postingan sebelumnya untuk menulis post baru ini hehe… Mungkin post kali ini adalah yang paling gaje, karena intinya yang terjadi selama dua bulan ini adalah: sekolah, sekolah, dan sekolah. Dan hal apa yang terbayang begitu mendengar kata sekolah? Belajar, PR, ujian. Ya, hari-hariku hanya dijejali oleh tiga hal itu. Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada lagi yang bisa aku tuliskan. Lagipula, aku rasa aku tidak pandai mengungkapkan sesuatu secara spesifik, hanya garis besarnya saja. Hanya saja… mungkin aku bisa ceritakan isi pikiran dan hatiku (*uhuk) akhir-akhir ini dari beberapa kejadian yang aku ingat.

Pertama, kelas Bahasa Jepang. Rupanya penyakit “pesimis” yang kuceritakan di post lalu tidak sepenuhnya hilang. Apalagi ditambah dengan kondisi akademik anak-anak kelas & mata pelajaran yang kian melesat. Soal ini aku tidak ingin bercerita banyak, tapi karena ‘sepertinya’ aku sudah bisa mulai menerima kenyataan, beban hati dan pikiranku berkurang dibandingkan sebelumnya. Atau lebih tepatnya, aku paksakan diriku untuk tidak menyakiti diriku sendiri dengan pikiran-pikiran negatif.

Kedua, proses masuk universitas. Baru saja siang ini aku menyerahkan berkas pendaftaran universitas. Proses pengurusan ini berawal dari bulan Oktober. Sekolah mengadakan penjelasan lalu mendatangkan beberapa kakak kelas untuk mengadakan tanya jawab. Aku sampai awal November masih bingung dengan pilihan universitas. Jadi, walaupun kami diberi kesempatan untuk memilih sampai dengan lima universitas, namun tentu saja, yang harus lebih diperhatikan adalah pilihan kesatu sampai dengan ke tiga. Hanya saja yang membuatku galau, adalah universitas pilihan kesatu dengan kedua. Terlalu banyak hal yang masuk ke dalam pertimbanganku. Dan kegalauanku pun berakhir setelah mencoba berpikir dan mengingat kembali, apa tujuan aku datang ke Jepang. Untuk belajar. Sebisa mungkin, aku harus bisa mempelajari apa yang ingin aku pelajari. Begini, walaupun aku pilih jurusan b. Jepang, namun ternyata di dalam jurusan b. Jepang sendiri pun terbagi lagi ke dalam beberapa kategori dan aku HARUS bisa menentukan SEJAK SEKARANG kategori mana yang ingin aku pelajari, yang ingin aku teliti lebih dalam nantinya, dan yang ingin aku jadikan sebagai bahan skripsi. Ini nih, bedanya menentukan jurusan dan univ antara di Jepang dengan di tanah air. Entah untuk kasus siswa yang bukan monbusho bagaimana, tapi di sini, kami harus menentukan hal-hal yang tadi aku bilang itu sejak dini. Harus berpikir jauh ke depan. Sebenarnya memang bisa kita pikir-pikir lagi apa yang benar-benar ingin kita kuasai begitu sudah masuk ke universitas, namun hal itu sangat riskan. Karena kalau sudah masuk ke suatu jurusan lalu ternyata ingin ganti jurusan, 'paling' bisa pindah hanya ke jurusan yang satu fakultas, dan bahkan tidak semua universitas memperbolehkan pergantian jurusan. Aku rasa saat-saat mencari jati diri itu memang salah satu yang paling tidak mudah. Saat-saat kita harus tahu, apa yang sebenarnya kita cari? Di mana passion kita yang sesungguhnya? Jujur, pikiranku yang jadi kacau balau akibat hal seperti ini benar-benar di luar dugaanku. Padahal aku rasa b. Jepang saja sudah spesifik, tapi ternyata harus dicari lagi, tepatnya di bagian mana yang ingin kita pelajari. Kalau hanya sekadar pembagian bahasa ke dalam ktegori linguistik, sastra, dll aku tahu. Tapi aku dituntut di sini untuk mencari tahu lebih dalam lagi mengenai itu, bahkan sebelum masuk univ. Atau lebih tepatnya, justru karena mau masuk univ aku harus tahu akan hal itu, harus mencari tahu apa yang benar-benar ingin aku pelajari. Contohnnya, kalau ingin lebih ke liguistik, kan ada materi tentang pronounciation, struktur kalimat, persamaan kata, dll. Nah dari beberapa hal itu lebih tepatnya materi yang mana yang ingin aku pelajari kelak? Di luar dugaan banget kan? Spesifik banget... :(

Setelah mencari tahu sana-sini dengan berbagai cara, akhirnya kutetapkan apa yang ingin kupelajari. Tapi tidak selesai sampai di situ. Kami juga disuruh mencari sendiri profil-profil universitas dan staf pengajarnya, kira-kira di univ mana materi yang ingin kita pelajari itu ada? Di univ mana ada dosen yang keahlian bidangnya sesuai dengan minat kita? Dan proses ini sangat amat panjang... Mencari, dan terus mencari tahu. Mungkin ini kegiatan paling dominan dalam satu bulan ini. Dan aku rasa, pengalaman dua bulan ini adalah yang paling membuatku galau seumur hidupku sampai saat ini. Bahkan ketika SMA pun, ketika memilih jurusan dan universitas, tidak ada rasa ragu dan bingung pun sama sekali (alhamdulillah saat itu aku dilancarkan). Setelah semua proses aku jalani, alhamdulillah aku dapat menentukan pilihan univ dan bidang yang ingin aku pelajari. Insya Allah pengumuman diterima atau tidaknya di univ diumumkan pada tanggal 5 Januari 2015. Ada beberapa univ yang memerlukan ujian tulis dan / atau ujian wawancara lagi selain meminta hasil nilai akumulasi semua mata pelajaran dari lembaga b. Jepang tempat aku sekarang belajar. Tapi pilihan univ pertamaku tidak mengadakan ujian apa-apa lagi. Bismillah, semoga bisa diterima di pilihan pertama, aamiin!!

Ketiga, momiji! Pohon (daun) yang identik dengan musim gugur. Daunnya berbentuk menjari dan warnanya yang merah cerah terlihat sangat indah memikat. Musim gugur pertamaku ini dipenuhi kenangan akan ‘momijigari’ alias ‘hunting momiji’, pergi ke tempat di mana terdapat momiji yang indah. Kali ini aku ke dua tempat, yaitu Gunung Takao dan Gunung Mitake. Gunung Takao sangat terkenal sebagai tempat momijigari. Bahkan ketika aku ke sana dengan grup PMIJ (Pelajar Muslim Indonesia-Jepang) pun, ketika mau turun gunung menaiki gondola harus antre sampai satu jam saking banyaknya orang yang datang ke sana. Pendakain ke Gunung Takao adalah pendakian keduaku setelah ke Gunung Fuji. Karena tinggi Gunung Takao jauh lebih rendah dari Gunung Fuji, tentu saja tracknya pun bisa dikatakan sangat mudah (soalnya super banget sih waktu itu yang Gunung Fuji). Di puncak, selain terlihat pemandangan Gunung Fuji, momijinya ternyata juga indah, walau sayangnya hanya sedikit. Sementara itu, di Gunung Mitake aku tidak naik ke puncak, hanya berjalan-jalan di kaki gunung, namun di pinggir-pinggir sungai terdapat banyak sekali momiji yang indah. Syukurlah aku berkesempatan melihat momiji pertamaku.

Momiji :)



Pemandangan di puncak Gunung Takao. Terlihat pula Gunung Fuji :D


Pinggir sungai di kaki Gunung Mitake

Keempat, pengalaman dengan keluarga angkatku di sini. Jadi secara garis besar, aku memiliki tiga keluarga angkat (host family) di sini. Pertama, keluarga yang paling dekat di antara kedua keluarga lainnya. Mereka bertempat tinggal di Oosaka, dan merupakan keluarga pertamaku di Jepang. Sudah banyak pengalaman dan kenangan yang aku buat bersama mereka, benar-benar seperti keluarga kedua setelah keluarga asli di Indo. Kalau tidak salah, aku sempat menceritakan sedikit mengenai keluargaku yang ini di blog. Kedua, adalah okaa-san (ibu) dan otou-san (bapak) dari sebuah lembaga bernama YWCA. Mereka bisa dibilang juga sebagai orang tuaku di Tokyo. Hubungan kami cukup dekat, namun karena hanya bertemu beberapa kali saja dan aku juga belum pernah menginap di rumahnya, jadi tidak sedekat keluarga pertama. Tapi, mereka akan selalu 'bertugas' sebagai orang tuaku selama aku bertempat tingglal di Tokyo. Terakhir, adalah okaa-san yang aku kenal dan aku singgahi rumahnya ketika homestay di Chiba libur musim panas lalu. Mengenai okaa-san yang satu ini, aku juga pernah menceritakannya di blog. Beliau adalah ibu dari seorang mahasiswa di TUFS.

Singkat cerita, TUFS memiliki agenda penting setiap tahunnya, semacam pensi bernama 'Gaigosai'. Tahun ini Gaigosai diadakan selama empat hari. Okaa-san yang di Chiba sudah menghubungiku dari jauh-jauh hari untuk bertemu denganku ketika Gaigosai. Selain itu, otou-san Chiba yang belum pernah aku temui nampaknya juga akan ikut datang. Akhirnya kami pun sepakat untuk bertemu pada hari ketiga Gaigosai yaitu pada hari Minggu. Hari Jumat, aku lupa memberitahu okaa-san dan otou-san YWCA mengenai Gaigosai. Oleh karena itu aku buru-buru memberitahu lewat email, barangkali mereka juga bisa datang. Ketika chatting, ternyata beliau bilang bisa datang, namun pada hari Minggu. Duh gawat, pikirku. Aku bilang ke okaa-san YWCA bahwa aku juga sudah ada janji untuk bertemu okaa-san Chiba pada Minggu siang. Tapi karena okaa-san YWCA juga hanya bisa datang hari Minggu, beliau bilang tidak apa-apa, asal bisa bertemu denganku walau hanya sebentar. Singkat cerita, sari Minggu pun tiba. Siangnya aku menghabiskan waktu makan siang sebentar dengan okaa-san dan otou-san Chiba. Karena okaa-san dan otousan YWCA juga sudah sampai di TUFS dan mereka juga ingin bertemu denganku, aku pun menceritakan situasiku saat itu kepada okaa-san Chiba. Karena kami sudah lama tidak bertemu, aku jadi agak berat hati juga ketika disuruh okaa-san Chiba untuk pergi meninggalkannya dan menemani okaa-san YWCA. Tapi sebenarnya dibandingkan hal itu, aku lebih merasa bersalah karena aku tidak bisa mengobrol banyak dengan okaa-san Chiba. Padahal beliau yang lebih dulu membuat janji denganku, dan beliau juga datang ke sini untuk bertemu denganku. Kali itu aku benar-benar merasa bersalah karena harus bertemu dua pihak yang berbeda dalam waktu bersamaan. Ketika aku bertemu okaa-san dan otousan YWCA, tahunya mereka bilang ingin juga bertemu dengan keluargaku yang di Chiba. Akhirnya kami balik ke tempat keluarga Chiba, dan mereka saling berkenalan. Mungkin agak berlebihan sih, tapi jujur saat itu aku merasa bahagia seperti dibawa terbang ke awang-awang, seakan-akan aku bukan hanya 'milik' keluargaku di Indonesia *hehe. Di satu sisi merasa bersalah, tapi di satu sisi juga sangat bahagia, karena dapat mempertemukan kedua orang tua angkatku. Salah satu momen tak terlupakan akhir-akhir ini hehe... Dan akhirnya sampai sore aku habiskan waktu berjalan-jalan di sekitar TUFS dan berbincang tentang banyak hal dengan keluarga YWCA :)



Gaigosai: Panggung


Gaigosai: Stand-stand makanan


Gaigosai: di dalam gedung kampus

Keadaan Gaigosai (*_*)

Kelima, UAS. Seperti pada ujian sebelumnya, aku paling mengkhawatirkan mata pelajaran politik-ekonomi. Ditambah lagi hasil UTS lalu yang tidak memuaskan, menuntutku untuk dapat nilai  tinggi di UAS ini jika tidak ingin ikut ujian ulang. Tapi sayangnya, entah syetan apa yang merasukiku, UAS kali ini aku merasa maleeeeeesss banget! Tidak seperti belajarku ketika UTS. Pelajaran apapun itu, aku cenderung tidak terlalu mempersiapkannya (tidak boleh dicontoh ya). Belajar dicicil sedikit-sedikit sih sudah, tapi... rasanya tidak serius sampai 100%. Lalu bagaimana hasilnya? ... Hmmm sepertinya tidak perlu aku umumkan di sini hehe. Birakan itu jadi rahasia perusahaan, haha... *lho?!

Terakhir, liqo (mentoring). Aku alhamdulillah ikut juga kegiatan mentoring di sini, walaupun dua minggu sekali. Sebenarnya program ini dimulai sejak aku awal-awal datang ke Jepang, namun baru mulai rutin setelah bulan Ramadhan. Dalam kasusuku, anggotanya dicampur, dari anak-anak S1, D3, dan D2. Walau begitu, anggota grupku tidak begitu banyak karena sayangnya tidak semua muslim ikutan. Semoga yang belum ikut bisa segera ikut juga, aamiin!! Sampai sekitar awal November lalu, aku berpikir begini, “Untuk menentukan univ yang ingin aku masuki, di mana pun  itu tak masalah asal sesuai dengan keinginanku dari sisi akademik. Ke mana pun aku harus pindah asalkan untuk menuntut ilmu, sama sekali tidak apa-apa. Bahkan ke tempat yang sama sekali tidak ada orang Indonesianya pun tak apa”. Ya tak apa, tapi itu dulu. Sekarang, liqo sudah menjadi salah satu faktorku dalam menentukan univ dan tempat aku tinggal. Pilihan pertama univku aku tentukan di Tokyo, agar aku masih bisa ikut grup liqo yang sekarang. Selain itu, agar aku juga mudah untuk mencari teman-teman Indo lainnya yang muslim. Sebenarnya, grup liqo itu tidak harus dengan sesama orang Indo, ya aku tahu betul itu. Tapi ada beberapa pertimbangan yang membuatku sulit untuk jauh-jauh sama grup liqo yang sekarang. Alasan paling utama karena sudah nyaman juga sih... Dengan teman-temannya, murobbinya juga. Walau cepat atau lambat, tahun 2015 ini akan ada beberapa orang yang terpaksa harus keluar grup. Mereka adalah anak-anak D3 yang sekolah kejuruannya telah ditentukan oleh pihak Monbusho. Mereka disebar, ada yang di Sendai, Nagano, sampai yang sulit dijangkau seperti Kyuushuu. Tapi ada juga yang ditempatkan di sekitar Tokyo. Nah aku sendiri? Aku juga sebenarnya masih belum pasti apakah masih ada di Tokyo tahun ajaran depan atau tidak, karena pengumuman univ baru akan diumumkan awal tahun 2015. Tapi setidaknya, pilihan univku aku sesuaikan agar tidak jauh-jauh dengan grup liqo yangh sekarang. Liqo udah jadi bagian yang ga bisa dipisahin lagi dalam kehidupanku sekarang. Atau lebih tepatnya, aku tidak mau jauh-jauh sama perkumpulan muslim. Aku sekarang hidup di negara yang minoritas Islam. Jangankan di sini, di Indo pun yang mayoritas Islam, iman bisa naik turun. Selalu tidak stabil. Kalau bukan diri ini yang mendekatkan diri dengan kebaikan, terus siapa lagi yang bisa melakukannya? Siapa yang bisa mengingatkanku kalau aku sedang tidak karuan? Satu hal yang terus membekas di hati ketika sedang mentoring, waktu itu materinya tentang mensyukuri nikmat. Teteh (murobbi) bilang, kira-kira seperti ini, “Mungkin sebagian besar dari kita berpikir bahwa sekarang kita bisa belajar di Jepang adalah nikmat yang diberikan Allah SWT. Iya, mungkin bisa dibilangg nikmat, tapi bisa juga malah sebenarnya ujian dari Allah SWT. Itu semua ditentukan dari apakah kita semakin mendekat kepada Allah atau tidak dengan belajar di sini”. Kata-kata ini mungkin terdengar enteng, tapi bermakna sangat besar. Kemudian aku juga jadi teringat hal lain. Dulu aku pernah bilang ke seseorang, “... aku ingin berguna buat Indonesia”, lantas orang itu bilang, “jangan (cuma) buat Indonesia dong, tapi Islam”. HMMMMM... Alhamdulillah aku dipertemukan oleh orang-orang seperti mereka. Orang sepertiku harus banyak diingatkan. Semoga ke depannya, di manapun itu, aku bisa terus mempelajari agama Allah, mengamalkannya, dan kalau bisa mendakwahkannya juga, aamiin!! *curhat deh jadinya. Dan semoga, kita semua bisa selalu dikelilingi oleh orang-orang baik yang senantiasa mengingatkan dalam kebaikan, aamiin!!

Seiring dengan udara Tokyo yang semakin dingin, dimulailah libur musim dingin pertamaku. Di penghujung tahun ini, aku hanya bisa bisa berdoa semoga aku bisa diterima di univ pilihan pertama dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi di tahun yang akan datang, aamiin!

GANBAROU~

Next: 2015: New Beginning
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar