Post sebelumnya: October 2014: Typhoon and Mid Term Test
Bismillaahirrohmaanirrohiim...
Ternyata sudah dua bulan berlalu sejak aku
menulis post terakhir. Saking sudah lamanya, sampai-sampai aku harus membaca
kembali isi postingan sebelumnya untuk menulis post baru ini hehe… Mungkin post
kali ini adalah yang paling gaje, karena intinya yang terjadi selama dua bulan
ini adalah: sekolah, sekolah, dan sekolah. Dan hal apa yang terbayang begitu
mendengar kata sekolah? Belajar, PR, ujian. Ya, hari-hariku hanya dijejali oleh
tiga hal itu. Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada lagi yang bisa aku
tuliskan. Lagipula, aku rasa aku tidak pandai mengungkapkan sesuatu secara
spesifik, hanya garis besarnya saja. Hanya saja… mungkin aku bisa ceritakan isi
pikiran dan hatiku (*uhuk) akhir-akhir ini dari beberapa kejadian yang aku
ingat.
Pertama, kelas Bahasa Jepang. Rupanya penyakit
“pesimis” yang kuceritakan di post lalu tidak sepenuhnya hilang. Apalagi
ditambah dengan kondisi akademik anak-anak kelas & mata pelajaran yang kian
melesat. Soal ini aku tidak ingin bercerita banyak,
tapi karena ‘sepertinya’ aku sudah bisa mulai menerima kenyataan, beban hati
dan pikiranku berkurang dibandingkan sebelumnya. Atau lebih tepatnya, aku
paksakan diriku untuk tidak menyakiti diriku sendiri dengan pikiran-pikiran
negatif.
Kedua, proses masuk universitas. Baru saja
siang ini aku menyerahkan berkas pendaftaran universitas. Proses pengurusan ini
berawal dari bulan Oktober. Sekolah mengadakan penjelasan lalu mendatangkan
beberapa kakak kelas untuk mengadakan tanya jawab. Aku sampai awal November masih bingung dengan pilihan universitas.
Jadi, walaupun kami diberi kesempatan untuk memilih sampai dengan lima
universitas, namun tentu saja, yang harus lebih diperhatikan adalah pilihan
kesatu sampai dengan ke tiga. Hanya saja yang membuatku galau, adalah
universitas pilihan kesatu dengan kedua. Terlalu banyak hal yang masuk ke dalam
pertimbanganku. Dan kegalauanku pun berakhir setelah mencoba berpikir dan
mengingat kembali, apa tujuan aku datang ke Jepang. Untuk belajar. Sebisa
mungkin, aku harus bisa mempelajari apa yang ingin aku pelajari. Begini,
walaupun aku pilih jurusan b. Jepang, namun ternyata di dalam jurusan b. Jepang
sendiri pun terbagi lagi ke dalam beberapa kategori dan aku HARUS bisa menentukan
SEJAK SEKARANG kategori mana yang ingin aku pelajari, yang ingin aku teliti
lebih dalam nantinya, dan yang ingin aku jadikan sebagai bahan skripsi. Ini
nih, bedanya menentukan jurusan dan univ antara di Jepang dengan di tanah air.
Entah untuk kasus siswa yang bukan monbusho bagaimana, tapi di sini, kami harus
menentukan hal-hal yang tadi aku bilang itu sejak dini. Harus berpikir jauh ke
depan. Sebenarnya memang bisa kita pikir-pikir lagi apa yang benar-benar ingin
kita kuasai begitu sudah masuk ke universitas, namun hal itu sangat riskan.
Karena kalau sudah masuk ke suatu jurusan lalu ternyata ingin ganti jurusan,
'paling' bisa pindah hanya ke jurusan yang satu fakultas, dan bahkan tidak
semua universitas memperbolehkan pergantian jurusan. Aku rasa saat-saat mencari
jati diri itu memang salah satu yang paling tidak mudah. Saat-saat kita harus
tahu, apa yang sebenarnya kita cari? Di mana passion kita yang sesungguhnya? Jujur, pikiranku yang jadi kacau
balau akibat hal seperti ini benar-benar di luar dugaanku. Padahal aku rasa b.
Jepang saja sudah spesifik, tapi ternyata harus dicari lagi, tepatnya di bagian
mana yang ingin kita pelajari. Kalau hanya sekadar pembagian bahasa ke dalam ktegori
linguistik, sastra, dll aku tahu. Tapi aku dituntut di sini untuk mencari tahu
lebih dalam lagi mengenai itu, bahkan sebelum masuk univ. Atau lebih tepatnya,
justru karena mau masuk univ aku harus tahu akan hal itu, harus mencari tahu
apa yang benar-benar ingin aku pelajari. Contohnnya, kalau ingin lebih ke liguistik,
kan ada materi tentang pronounciation, struktur kalimat, persamaan kata, dll.
Nah dari beberapa hal itu lebih tepatnya materi yang mana yang ingin aku
pelajari kelak? Di luar dugaan banget kan? Spesifik banget... :(
Setelah mencari tahu sana-sini dengan berbagai cara, akhirnya
kutetapkan apa yang ingin kupelajari. Tapi tidak selesai sampai di situ. Kami
juga disuruh mencari sendiri profil-profil universitas dan staf pengajarnya,
kira-kira di univ mana materi yang ingin kita pelajari itu ada? Di univ mana
ada dosen yang keahlian bidangnya sesuai dengan minat kita? Dan proses ini
sangat amat panjang... Mencari, dan terus mencari tahu. Mungkin ini kegiatan
paling dominan dalam satu bulan ini. Dan aku rasa, pengalaman dua bulan ini
adalah yang paling membuatku galau seumur hidupku sampai saat ini. Bahkan
ketika SMA pun, ketika memilih jurusan dan universitas, tidak ada rasa ragu dan
bingung pun sama sekali (alhamdulillah saat itu aku dilancarkan). Setelah semua
proses aku jalani, alhamdulillah aku dapat menentukan pilihan univ dan bidang
yang ingin aku pelajari. Insya Allah pengumuman diterima atau tidaknya di univ
diumumkan pada tanggal 5 Januari 2015. Ada beberapa univ yang memerlukan ujian
tulis dan / atau ujian wawancara lagi selain meminta hasil nilai akumulasi
semua mata pelajaran dari lembaga b. Jepang tempat aku sekarang belajar. Tapi
pilihan univ pertamaku tidak mengadakan ujian apa-apa lagi. Bismillah, semoga
bisa diterima di pilihan pertama, aamiin!!
Ketiga, momiji! Pohon (daun) yang identik
dengan musim gugur. Daunnya berbentuk menjari dan warnanya yang merah cerah
terlihat sangat indah memikat. Musim gugur pertamaku ini dipenuhi kenangan akan
‘momijigari’ alias ‘hunting momiji’, pergi ke tempat di mana terdapat momiji
yang indah. Kali ini aku ke dua tempat, yaitu Gunung Takao dan Gunung Mitake.
Gunung Takao sangat terkenal sebagai tempat momijigari. Bahkan ketika aku ke
sana dengan grup PMIJ (Pelajar Muslim Indonesia-Jepang) pun, ketika mau turun
gunung menaiki gondola harus antre sampai satu jam saking banyaknya orang yang
datang ke sana. Pendakain ke Gunung Takao adalah pendakian keduaku setelah ke
Gunung Fuji. Karena tinggi Gunung Takao jauh lebih rendah dari Gunung Fuji,
tentu saja tracknya pun bisa dikatakan sangat mudah (soalnya super banget sih
waktu itu yang Gunung Fuji). Di puncak, selain terlihat pemandangan Gunung
Fuji, momijinya ternyata juga indah, walau sayangnya hanya sedikit. Sementara
itu, di Gunung Mitake aku tidak naik ke puncak, hanya berjalan-jalan di kaki
gunung, namun di pinggir-pinggir sungai terdapat banyak sekali momiji yang
indah. Syukurlah aku berkesempatan melihat momiji pertamaku.
Momiji
:)
Pemandangan
di puncak Gunung Takao. Terlihat pula Gunung Fuji :D
Pinggir
sungai di kaki Gunung Mitake
Keempat, pengalaman dengan keluarga angkatku
di sini. Jadi secara garis besar, aku memiliki tiga keluarga angkat (host
family) di sini. Pertama, keluarga yang paling dekat di antara kedua keluarga
lainnya. Mereka bertempat tinggal di Oosaka, dan merupakan keluarga pertamaku
di Jepang. Sudah banyak pengalaman dan kenangan yang aku buat bersama mereka,
benar-benar seperti keluarga kedua setelah keluarga asli di Indo. Kalau tidak
salah, aku sempat menceritakan sedikit mengenai keluargaku yang ini di blog.
Kedua, adalah okaa-san (ibu) dan otou-san (bapak) dari sebuah lembaga bernama
YWCA. Mereka bisa dibilang juga sebagai orang tuaku di Tokyo. Hubungan kami
cukup dekat, namun karena hanya bertemu beberapa kali saja dan aku juga belum
pernah menginap di rumahnya, jadi tidak sedekat keluarga pertama. Tapi, mereka
akan selalu 'bertugas' sebagai orang tuaku selama aku bertempat tingglal di
Tokyo. Terakhir, adalah okaa-san yang aku kenal dan aku singgahi rumahnya
ketika homestay di Chiba libur musim panas lalu. Mengenai okaa-san yang satu
ini, aku juga pernah menceritakannya di blog. Beliau adalah ibu dari seorang mahasiswa
di TUFS.
Singkat cerita, TUFS memiliki agenda penting setiap tahunnya,
semacam pensi bernama 'Gaigosai'. Tahun ini Gaigosai diadakan selama empat
hari. Okaa-san yang di Chiba sudah menghubungiku dari jauh-jauh hari untuk
bertemu denganku ketika Gaigosai. Selain itu, otou-san Chiba yang belum pernah
aku temui nampaknya juga akan ikut datang. Akhirnya kami pun sepakat untuk
bertemu pada hari ketiga Gaigosai yaitu pada hari Minggu. Hari Jumat, aku lupa
memberitahu okaa-san dan otou-san YWCA mengenai Gaigosai. Oleh karena itu aku
buru-buru memberitahu lewat email, barangkali mereka juga bisa datang. Ketika
chatting, ternyata beliau bilang bisa datang, namun pada hari Minggu. Duh
gawat, pikirku. Aku bilang ke okaa-san YWCA bahwa aku juga sudah ada janji
untuk bertemu okaa-san Chiba pada Minggu siang. Tapi karena okaa-san YWCA juga
hanya bisa datang hari Minggu, beliau bilang tidak apa-apa, asal bisa bertemu
denganku walau hanya sebentar. Singkat cerita, sari Minggu pun tiba. Siangnya
aku menghabiskan waktu makan siang sebentar dengan okaa-san dan otou-san Chiba.
Karena okaa-san dan otousan YWCA juga sudah sampai di TUFS dan mereka juga
ingin bertemu denganku, aku pun menceritakan situasiku saat itu kepada okaa-san
Chiba. Karena kami sudah lama tidak bertemu, aku jadi agak berat hati juga
ketika disuruh okaa-san Chiba untuk pergi meninggalkannya dan menemani okaa-san
YWCA. Tapi sebenarnya dibandingkan hal itu, aku lebih merasa bersalah karena
aku tidak bisa mengobrol banyak dengan okaa-san Chiba. Padahal beliau yang
lebih dulu membuat janji denganku, dan beliau juga datang ke sini untuk bertemu
denganku. Kali itu aku benar-benar merasa bersalah karena harus bertemu dua
pihak yang berbeda dalam waktu bersamaan. Ketika aku bertemu okaa-san dan
otousan YWCA, tahunya mereka bilang ingin juga bertemu dengan keluargaku yang
di Chiba. Akhirnya kami balik ke tempat keluarga Chiba, dan mereka saling
berkenalan. Mungkin agak berlebihan sih, tapi jujur saat itu aku merasa bahagia
seperti dibawa terbang ke awang-awang, seakan-akan aku bukan hanya 'milik'
keluargaku di Indonesia *hehe. Di satu sisi merasa bersalah, tapi di satu sisi
juga sangat bahagia, karena dapat mempertemukan kedua orang tua angkatku. Salah
satu momen tak terlupakan akhir-akhir ini hehe... Dan akhirnya sampai sore aku
habiskan waktu berjalan-jalan di sekitar TUFS dan berbincang tentang banyak hal
dengan keluarga YWCA :)
Gaigosai:
Panggung
Gaigosai:
Stand-stand makanan
Gaigosai:
di dalam gedung kampus
Keadaan
Gaigosai (*_*)
Kelima, UAS. Seperti pada ujian sebelumnya, aku paling mengkhawatirkan mata pelajaran politik-ekonomi.
Ditambah lagi hasil UTS lalu yang tidak memuaskan, menuntutku untuk dapat
nilai tinggi di UAS ini jika tidak ingin
ikut ujian ulang. Tapi sayangnya, entah syetan apa yang merasukiku, UAS kali
ini aku merasa maleeeeeesss banget! Tidak seperti belajarku ketika UTS.
Pelajaran apapun itu, aku cenderung tidak terlalu mempersiapkannya (tidak boleh
dicontoh ya). Belajar dicicil sedikit-sedikit sih sudah, tapi... rasanya tidak
serius sampai 100%. Lalu bagaimana hasilnya? ... Hmmm sepertinya tidak perlu
aku umumkan di sini hehe. Birakan itu jadi rahasia perusahaan, haha... *lho?!
Terakhir, liqo (mentoring). Aku alhamdulillah
ikut juga kegiatan mentoring di sini, walaupun dua minggu sekali. Sebenarnya
program ini dimulai sejak aku awal-awal datang ke Jepang, namun baru mulai
rutin setelah bulan Ramadhan. Dalam kasusuku, anggotanya dicampur, dari anak-anak
S1, D3, dan D2. Walau begitu, anggota grupku tidak begitu banyak karena
sayangnya tidak semua muslim ikutan. Semoga yang belum ikut bisa segera ikut
juga, aamiin!! Sampai sekitar awal November lalu, aku berpikir begini, “Untuk
menentukan univ yang ingin aku masuki, di mana pun itu tak masalah asal sesuai dengan keinginanku
dari sisi akademik. Ke mana pun aku harus pindah asalkan untuk menuntut ilmu,
sama sekali tidak apa-apa. Bahkan ke tempat yang sama sekali tidak ada orang
Indonesianya pun tak apa”. Ya tak apa, tapi itu dulu. Sekarang, liqo sudah
menjadi salah satu faktorku dalam menentukan univ dan tempat aku tinggal.
Pilihan pertama univku aku tentukan di Tokyo, agar aku masih bisa ikut grup
liqo yang sekarang. Selain itu, agar aku juga mudah untuk mencari teman-teman
Indo lainnya yang muslim. Sebenarnya, grup liqo itu tidak harus dengan sesama
orang Indo, ya aku tahu betul itu. Tapi ada beberapa pertimbangan yang
membuatku sulit untuk jauh-jauh sama grup liqo yang sekarang. Alasan paling
utama karena sudah nyaman juga sih... Dengan teman-temannya, murobbinya juga.
Walau cepat atau lambat, tahun 2015 ini akan ada beberapa orang yang terpaksa
harus keluar grup. Mereka adalah anak-anak D3 yang sekolah kejuruannya telah
ditentukan oleh pihak Monbusho. Mereka disebar, ada yang di Sendai, Nagano,
sampai yang sulit dijangkau seperti Kyuushuu. Tapi ada juga yang ditempatkan di
sekitar Tokyo. Nah aku sendiri? Aku juga sebenarnya masih belum pasti apakah
masih ada di Tokyo tahun ajaran depan atau tidak, karena pengumuman univ baru
akan diumumkan awal tahun 2015. Tapi setidaknya, pilihan univku aku sesuaikan
agar tidak jauh-jauh dengan grup liqo yangh sekarang. Liqo udah jadi bagian
yang ga bisa dipisahin lagi dalam kehidupanku sekarang. Atau lebih tepatnya,
aku tidak mau jauh-jauh sama perkumpulan muslim. Aku sekarang hidup di negara
yang minoritas Islam. Jangankan di sini, di Indo pun yang mayoritas Islam, iman
bisa naik turun. Selalu tidak stabil. Kalau bukan diri ini yang mendekatkan
diri dengan kebaikan, terus siapa lagi yang bisa melakukannya? Siapa yang bisa
mengingatkanku kalau aku sedang tidak karuan? Satu hal yang terus membekas di
hati ketika sedang mentoring, waktu itu materinya tentang mensyukuri nikmat. Teteh
(murobbi) bilang, kira-kira seperti ini, “Mungkin sebagian besar dari kita
berpikir bahwa sekarang kita bisa belajar di Jepang adalah nikmat yang
diberikan Allah SWT. Iya, mungkin bisa dibilangg nikmat, tapi bisa juga malah
sebenarnya ujian dari Allah SWT. Itu semua ditentukan dari apakah kita semakin
mendekat kepada Allah atau tidak dengan belajar di sini”. Kata-kata ini mungkin
terdengar enteng, tapi bermakna sangat besar. Kemudian aku juga jadi teringat
hal lain. Dulu aku pernah bilang ke seseorang, “... aku ingin berguna buat
Indonesia”, lantas orang itu bilang, “jangan (cuma) buat Indonesia dong, tapi Islam”.
HMMMMM... Alhamdulillah aku dipertemukan oleh orang-orang seperti mereka. Orang
sepertiku harus banyak diingatkan. Semoga ke depannya, di manapun itu, aku bisa
terus mempelajari agama Allah, mengamalkannya, dan kalau bisa mendakwahkannya
juga, aamiin!! *curhat deh jadinya. Dan semoga, kita semua bisa selalu
dikelilingi oleh orang-orang baik yang senantiasa mengingatkan dalam kebaikan,
aamiin!!
Seiring dengan udara Tokyo yang semakin dingin, dimulailah libur
musim dingin pertamaku. Di penghujung tahun ini, aku hanya bisa bisa berdoa
semoga aku bisa diterima di univ pilihan pertama dan menjadi pribadi yang lebih
baik lagi di tahun yang akan datang, aamiin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar