Rabu, 08 Oktober 2014

October 2014: Typhoon and Mid Term Test



Post sebelumnya: Me and Natsu (part 3)
Bismillaahirrohmaanirrohiim...

Alhamdulillah UTS udah beres... (ToT) *walaupun belum tau hasilnya gimana.
Cukup banyak hal penting yang terjadi, atau lebih tepatnya yang aku rasakan, sejak menulis post terakhir. Walaupun sebelumnya aku tulis bahwa semester sekarang bakal sibuk banget, aslinya... hemmm sepertinya ga juga hehe. Yang jelas terasa bedanya itu mengenai kualitas masing-masing mata pelajaran, terutama B. Jepang. Tingkat kesusahannya melejit banget, jauh berbeda dengan pelajaran awal *ya iyalah. Ketika aku coba buka kembali buku b. Jepang yang dulu aku bawa, terus lihat lagi (khususnya kanji) yang aku belum tau... Alhamdulillah sekarang udah hapaaaaal!! Super sekali, ternyata dalam waktu “sesingkat” ini, sudah cukup banyak materi yang kami pelajari (=o=) Ternyata memang tidak aneh jika ada orang yang belajar di negara aslinya, walaupun mulai dari nol, tapi hanya sekitar 9 bulan sudah bisa lulus noken N2 (=_=) (bagi yang belum tau noken itu apa, silakan search di google: JLPT hehe). Nah bagaimana denganku?? ... Aku berencana untuk ikut N1, tapi sepertinya belum tahun ini. Mungkin tahun depan bulan Juni, insya Allah. Bismillah, semoga aku bisa mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya! \(>o<)/

By the way, berarti udah berapa lama ya aku meninggalkan tanah air...? Bulan lalu abang sepupuku ada yang sedang main ke Jepang, terus dia bertanya sudah berapa lama aku di sini. Begitu aku jawab “6 bulan”,  abang bilang, “wah lama juga ya...”. Kalau dipikir-pikir lagi... Berarti sudah setengah tahun dong ya? Ada dua hal yang muncul di benakku bila berbicara mengenai hal ini: sejauh mana kemajuan belajarku dan kapan aku akan bertemu kembali dengan keluarga tercinta. Kalau boleh membandingkan kemampuan b. Jepangku dengan waktu datang ke Jepang April lalu, jelas ada bedanya. Tapi aku merasa, kok sepertinya perubahannya tidak signifikan? Apakah ini hanya perasaanku saja? ... Tapi seperti yang aku ceritakan, ketika aku kembali membuka buku pelajaran lamaku, bagian yang dulu aku tidak bisa, sekarang Insya Allah sudah mengerti. Hal ini jadi membuatku heran, apakah aku berpikir seperti tadi karena aku hidup di lingkungan dimana orang-orangnya juga sedang sama-sama berkembang? Atau memang hanya karena rasa haus akan sebuah pencapaian semata?

Di sini ada dua kelas dimana level b. Jepang anak-anaknya sudah “dewa”. Kasarnya, mereka tidak perlu ikut kelas di sini lalu langsung masuk ke universitas juga bisa. Aku yakin mereka bisa langsung memahami materi perkuliahan selayaknya mahasiswa Jepang. Lalu apa yang terpikir olehku begitu melihat mereka? Sudah jelas: “jauh”. Jujur, waktu awal-awal datang ke sini, aku sempat khawatir bagaimana caranya agar bisa menyamai, atau paling tidak, memperpendek “jarak-ku” dengan kemampuan mereka. Tapi setelah berdiskusi dengan guru wali kelasku, beliau berkata, “kalian sekarang belajar di sini bukan untuk menyaingi mereka atau siapa pun, tapi untuk mempersiapkan kemampuan b. Jepang kalian agar bisa memahai perkuliahan nanti di universitas. Memang mereka sudah sangat jauh, tapi kita juga sudah punya target sendiri. Biarlah mereka mengejar target yang sudah ditetapkan untuk mereka, dan kita pun akan menjalani target yang sudah ditetapkan bagi kita”. Kata-kata ini sangat membekas dalam ingatanku. Agak jleb memang, tapi hal ini membuatku semakin tersadar, terlepas dari sejak kapan orang itu memulai atau sudah berapa lama orang itu belajar, tapi kemampuan, cara, dan lama belajar tiap orang itu memang berbeda-beda...

Aku heran, Allah menciptakan seluruh manusia dengan tubuh yang sempurna dan dengan fungsi otak yang juga sama, tapi kenapa hasilnya berbeda? Ada yang kata orang ‘otaknya encer’ lah, ‘mudah nyerap’ lah... Tapi apakah dengan input yang sama, walaupun cara pengolahannya berbeda, akan menjanjikan hasil yang sama pula? *haduh ribet. Jujur, sampai saat ini aku merasa aku adalah orang yang memiliki kemampuan otak yang biasa saja, dan aku rasa itu fakta. Bahkan dulu adik kelasku pun pernah berkata, “Kalau ditanya lebih ke cerdas atau rajin, emang kayaknya teteh mah lebih ke rajin sih”. Dulu ketika SMA mungkin iya. Aku juga sadar diri, dengan kempuanku yang seperti ini, hanya rajinlah yang bisa membuatku mengikuti laju pelajaran-pelajaran IPA. Tapi jika selalu melihat ke atas... Di atas langit itu masih ada langit. Selalu seperti itu. Hanya tinggal bagaimana kita ‘membawa’ kita sendiri sampai ke langit yang tepat *apa sih.

Jadi sebenernya apa sih yang ingin aku bicarakan dari tadi? Ya satu ini: pesimis. Begitu melihat ke ‘atas’, wajar jika berperasaan seperti itu. Tapi masalahnya, ketika melihat ke ‘bawah’ dan lalu merasa seperti itu juga... Duh gawat. Tapi ini semua fakta. Teman-teman yang sekarang berada di sini adalah orang-orang pilihan. Bahkan teman-teman yang ketika asalnya dulu sama sekali tidak bisa bahasa Jepang, sekarang... sudah tidak perlu ditanyakan lagi. Kemajuan mereka pesat sekali!!! Dan lagi-lagi jika mencoba membandingkan dengan diriku dulu ketika masih awal-awal belajar b. Jepang... Uwoooh, jauuuh~ (>_<) Tapi hal ini juga jadi membuatku berpikir ke hal lain: kalau selalu merasa tidak puas, lalu kapan aku akan bersyukur? Mungkin memang sifat dasar manusia selalu merasa tidak puas, jika sudah mendapatkan sesuatu yang diinginkan, lantas ingin yang lebih lagi. Mungkin ini sangat bagus untuk menjadi motivasi, terutama dalam hal belajar dan persaingan yang sehat pastinya. Tapi lalu, kemana rasa syukur itu begitu mendapatkan apa yang diinginkan? Apa sebenarnya tindakan yang benar dalam menanggapi rasa syukur itu?

Syukur tidak hanya lisan, tidak hanya ucapan dari untaian kata-kata manis. Aku selalu percaya, rasa syukur yang sebenarnya itu adalah yang juga dibarengi dengan perbuatan nyata :) Waktu dan jarak semakin membuatku berpikir. Bepikir membuatku lebih belajar. Dan aku harap, belajar bisa membuatku lebih bijaksana. Entah bagaimana, tapi aku rasa aku harus bisa jadi dewasa. Bukan dari sekedar fisik, tapi pastinya juga perbuatan. Tidak hanya bisa membedakan mana yang baik dan mana tidak, tapi juga bisa merealisasikannya dalam tindakan  nyata :)

Jujur, aku dibesarkan bukan di lingkungan yang agamis. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku jadi semakin yakin, agama merupakan sumber pembelajaran yang pertama dan utama. Jika seandainya (seandainya lho ya) tidak begitu pun, aku  yakin di dalam diri setiap orang ada yang namanya hati nurani. Berdasarkan pengalaman pribadi, walaupun sebagai manusia aku sering sekali melakukan kesalahan, terutama kepada sang Pencipta, tapi entah mengapa, setiap akan melakukan suatu hal yang kurang baik, pasti langsung tersadar dan rasanya enggan hati ini untuk berbuat. Perasaan seperti ini kerap kali ada. Pasti ada. Tinggal bagaimana aku menyikapinya, apakah menuruti keinginan hati nurani, atau membohongi diri sendiri *nah lho.

Aku ingin mengubah hidupku menjadi lebih baik. Mulai sekarang, mulai hari ini juga. Terus, aku juga sedang berusaha move on sama “sesuatu”, dan alhamdulillah sepertinya Allah memudahkanku. Sejak dulu aku selalu tidak suka dengan kalimat “selama ada kemauan di situ ada jalan”. Ada yang kurang! Lebih enak kalau begini: “selama ada kemauan, usaha, dan doa, di situ ada jalan” :) Keinginan saja tidak cukup! Mana realisasinya? Karena seperti yang telah kita ketahui, jika berani bermimpi, maka harus siap juga untuk berbuat dan berusaha.

Nah kalau misalnya ternyata tetep ga kesampaian? Ingat, sekeras apapun kita berusaha, sejauh apapun kita memperjuangkan, memang pada akhirnya Allah-lah yang memutuskan hasilnya. Tapi percayalah, apapun yang terjadi, pasti itu yang terbaik untuk kita dan semuanya kan? Pasti selalu ada hikmah di balik semua kejadian kan? Dan inilah satu-satunya jalan keluar bagi diriku yang pesimis. Apa sih salahnya berbaik sangka? Apa sih jeleknya optimis? Apa sih ruginya ber-husnuzhan? Toh yang dikhawatirkan ‘belum’ terjadi kan? Masih ada waktu untuk berusaha agar hal itu tidak terjadi, kan? Jelek kan kalau murung terus, negative-thinking melulu. Nanti malah cape sendiri :( Oleh karena itu, semangat!!! Karena kita ga sendiri. Karena kita adalah orang-orang yang beruntung yang senantiasa diberkahi oleh Allah, bahkan sampai detik ini :) SemangkA!!! (Hayooo tau ga ini kepanjangannya apa? XD)

Oya, omong-omong mengenai UTS di semester kali ini... UTS “seharusnya” dilaksanakan selama 4 hari, dari Jumat sampai Rabu (Sabtu-Minggu libur). Tapi karena ada badai besar datang ke Tokyo, makanya jadi hanya 3 hari. Hari pertama: Politik-Ekonomi. Ini nih, mata pelajaran yang bener-bener bikin aku ingin guling-guling di rumput taman, terus habis itu teriak sekencang-kencangnya, berkata “OH God, why?!” dengan muka ala meme comic (=___=) Salah satu penyebab kenapa aku bisa sampai berpikir seperti itu: “Pak, arep ngomong opo toh?”. Bukan masalah di b. Jepangnya, tapi ketika bapak (baca: guru politik-ekonomi) ingin menjelaskan sesuatu, selalu muter-muter. Ujung-ujungnya malah jadi ngebahas hal lain yang tidak ada sangkut pautnya*ecapedeh. Kan jadi ga ngerti sebenernya maksudnya mau menyampaikan apa :( Terus, pas di luar jam pelajaran nanya langsung ke bapak bareng teman-teman yang lain, lagi-lagi beliau menjelaskan dengan cara yang sama. Alhasil, kami hanya bisa berasumsi untuk coba menjawab soal latihan dari kisi-kisi yang telah bapak berikan *hopeless. Terus bagaimana UTS-nya? ... Kita tunggu saja hasilnya nanti. Hiks... *masih berharap ( ; _ ; ) Bismillah!!

Nah hari kedua: grammar dan sejarah Jepang. Karena badai, tes ini dipindah jadwalnya ke hari Selasa. Alhasil, hari itu tesnya jadi 4 mata ujian (T_T) Berbicara mengenai badai, karena aku suka hujan, dulu aku pernah nulis begini: “... semoga secepatnya bisa liat badai yang di Jepang, aamiin!”. Alhamdulillah kesampaiaaan \(*o*)/ Maka nikmat Allah mana yang masih mau kau dustakan, Fa? Bahkan impian kecil ini senantiasa Allah kabulkan ( ; _ ; ) Lalu bagaimana ‘sensasi’ melihat badai Jepang yang sesungguhnya? Sesuatu (≧∇≦)!!! Pintu kaca di beranda padahal sudah aku tutup rapat-rapat, tapi suara angin kencang di luar masih saja terdengar jelas (o_O) Dan para pohon di pinggir jalan yang warna daunnya telah berubah menjadi kuning-kecoklatan dengan tangguhnya menggerakan ujung dahannya ke sana-kemari sambil mengikuti arah terpaan angin (*o*) Begitu coba keluar kamar, dingin bangeeeet~ Badai berlangsung sejak pagi hingga siang. Begitu reda, pemandangan menakjubkan tampak dari balik jendela. Langit biruuuuuuuuuuuuu!!! *tambah excited. Sudah lama aku tidak melihat lagi pemandangan gunung Fuji dengan sangat jelas dari balkon kamarku! (*o*) Lalu sorenya, langit di sekitar arah gunung Fuji indaaaaaah banget, warnanya oranye tipis. Sungguh hari yang indah (≧∇≦)



Badai no. 18



Pemandangan seusai badai dari balkon kamar


Langit senja kala itu *alah

Di satu sisi, bahagia banget bisa lihat pemandangan alam yang indah, tapi di satu sisi lagi... Pegeeeel banget karena duduk lama di kursi! Mungkin hari itu adalah rekor terlamaku duduk di kursi belajar. Karena sedang UTS dan tidak bisa ke mana-mana juga, jadi seharian belajar terus di meja belajar... (=o=) Semoga hasil belajarnya sepadan dan sesuai harapan, aamiin! (^_^)

Keesokan harinya... Perang besar dimulai, langsung 4 mata ujian: grammar, listening, vocabulary-kanji, dan sejarah Jepang. Di sela-sela waktu istirahat, aku ‘menyempatkan’ untuk kembali membaca dan menghapal materi. Yang membuat aku agak kaget itu ujian sejarah. Saat UAS semester lalu, soal yang disediakan cukup banyak dan semuanya tipe soal menulis (essay). Tapi ternyata kali ini, walaupun materinya sama-sama banyak, soalnya tidak sebanyak UAS kemarin dan bahkan ada jawaban yang hanya perlu kami jawab dengan cara melihat kisi-kisi dari gambar. Alhamdulillah. Tapi teman-teman yang lain banyak juga yang “mengeluh” karena sudah susah payah menghapal banyak, ternyata yang keluar sedikit dan bisa dibilang tidak terlalu sulit. Semoga saja bila merasa begitu bisa benar-benar mendapat nilai sempurna, aamiin!

Hari terakhhir UTS, hanya satu mata ujian: reading. Tidak ada persiapan yang spesial seperti ujian-ujian sebelumnya untuk tes satu ini. Hanya, ketika ujian, aku benar-benar menggunakan kesempatan untuk kembali mengecek jawaban sampai detik-detik terakhir, hingga aku adalah orang terakhir yang berada di ruang ujian. Soalnya aku suka ga telitiiii :( Apa yang yang bisa aku upayakan sudah aku kerjakan. Kini tinggal berdoa. Semoga semua hasil ujian bisa sesuai target, aamiin! (>_<)

Ya inilah sekilas pengalamanku akhir-akhir ini, khususnya mengenai UTS. Next: UAS! Semangat, semangat!!
Terus, mungkin untuk refreshing sehabis ujian juga kali ya, besok aku akan school trip ke prefektur sebelah, yaitu ke daerah bernama Tsukuba! Di Tsukuba, kami akan mengunjungi salah satu taman luas yang katanya sangat terkenal, ke sebuah museum, dan satu lagi yang paling super: JAXA! JAXA adalah badan luar angkasa Jepang, bisa dibilang juga seperti NASA-nya Amerika Serikat. Hmm semoga menyenangkan dan aku bisa menulis ceritanya di post selanjutnya, aamiin!

Sampai ketemu di post selanjutnya! \(^o^)/

Next: Penghujung 2014