Post sebelumnya: Me and Natsu (part 3)
Bismillaahirrohmaanirrohiim...
Alhamdulillah UTS udah
beres... (ToT) *walaupun belum tau hasilnya gimana.
Cukup banyak hal penting
yang terjadi, atau lebih tepatnya yang aku rasakan, sejak menulis post terakhir.
Walaupun sebelumnya aku tulis bahwa semester sekarang bakal sibuk banget,
aslinya... hemmm sepertinya ga juga hehe. Yang jelas terasa bedanya itu mengenai
kualitas masing-masing mata pelajaran, terutama B. Jepang. Tingkat kesusahannya
melejit banget, jauh berbeda dengan pelajaran awal *ya iyalah. Ketika aku coba buka
kembali buku b. Jepang yang dulu aku bawa, terus lihat lagi (khususnya kanji)
yang aku belum tau... Alhamdulillah sekarang udah hapaaaaal!! Super sekali,
ternyata dalam waktu “sesingkat” ini, sudah cukup banyak materi yang kami
pelajari (=o=) Ternyata memang tidak aneh jika ada orang yang belajar di negara
aslinya, walaupun mulai dari nol, tapi hanya sekitar 9 bulan sudah bisa lulus noken
N2 (=_=) (bagi yang belum tau noken itu apa, silakan search di google: JLPT
hehe). Nah bagaimana denganku?? ... Aku berencana untuk ikut N1, tapi
sepertinya belum tahun ini. Mungkin tahun depan bulan Juni, insya Allah.
Bismillah, semoga aku bisa mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya!
\(>o<)/
By the way, berarti udah berapa lama ya aku meninggalkan tanah air...? Bulan
lalu abang sepupuku ada yang sedang main ke Jepang, terus dia bertanya sudah
berapa lama aku di sini. Begitu aku jawab “6 bulan”, abang bilang, “wah lama juga ya...”. Kalau
dipikir-pikir lagi... Berarti sudah setengah tahun dong ya? Ada dua hal yang
muncul di benakku bila berbicara mengenai hal ini: sejauh mana kemajuan
belajarku dan kapan aku akan bertemu kembali dengan keluarga tercinta. Kalau
boleh membandingkan kemampuan b. Jepangku dengan waktu datang ke Jepang April
lalu, jelas ada bedanya. Tapi aku merasa, kok sepertinya perubahannya tidak
signifikan? Apakah ini hanya perasaanku saja? ... Tapi seperti yang aku
ceritakan, ketika aku kembali membuka buku pelajaran lamaku, bagian yang dulu
aku tidak bisa, sekarang Insya Allah sudah mengerti. Hal ini jadi membuatku heran,
apakah aku berpikir seperti tadi karena aku hidup di lingkungan dimana orang-orangnya
juga sedang sama-sama berkembang? Atau memang hanya karena rasa haus akan
sebuah pencapaian semata?
Di sini ada dua kelas dimana
level b. Jepang anak-anaknya sudah “dewa”. Kasarnya, mereka tidak perlu ikut
kelas di sini lalu langsung masuk ke universitas juga bisa. Aku yakin mereka
bisa langsung memahami materi perkuliahan selayaknya mahasiswa Jepang. Lalu apa
yang terpikir olehku begitu melihat mereka? Sudah jelas: “jauh”. Jujur, waktu
awal-awal datang ke sini, aku sempat khawatir bagaimana caranya agar bisa
menyamai, atau paling tidak, memperpendek “jarak-ku” dengan kemampuan mereka.
Tapi setelah berdiskusi dengan guru wali kelasku, beliau berkata, “kalian sekarang
belajar di sini bukan untuk menyaingi mereka atau siapa pun, tapi untuk
mempersiapkan kemampuan b. Jepang kalian agar bisa memahai perkuliahan nanti di
universitas. Memang mereka sudah sangat jauh, tapi kita juga sudah punya target
sendiri. Biarlah mereka mengejar target yang sudah ditetapkan untuk mereka, dan
kita pun akan menjalani target yang sudah ditetapkan bagi kita”. Kata-kata ini
sangat membekas dalam ingatanku. Agak jleb memang, tapi hal ini membuatku
semakin tersadar, terlepas dari sejak kapan orang itu memulai atau sudah berapa
lama orang itu belajar, tapi kemampuan, cara, dan lama belajar tiap orang itu
memang berbeda-beda...
Aku heran, Allah
menciptakan seluruh manusia dengan tubuh yang sempurna dan dengan fungsi otak
yang juga sama, tapi kenapa hasilnya berbeda? Ada yang kata orang ‘otaknya
encer’ lah, ‘mudah nyerap’ lah... Tapi apakah dengan input yang sama, walaupun
cara pengolahannya berbeda, akan menjanjikan hasil yang sama pula? *haduh ribet.
Jujur, sampai saat ini aku merasa aku adalah orang yang memiliki kemampuan otak
yang biasa saja, dan aku rasa itu fakta. Bahkan dulu adik kelasku pun pernah
berkata, “Kalau ditanya lebih ke cerdas atau rajin, emang kayaknya teteh mah lebih ke rajin sih”. Dulu ketika SMA
mungkin iya. Aku juga sadar diri, dengan kempuanku yang seperti ini, hanya
rajinlah yang bisa membuatku mengikuti laju pelajaran-pelajaran IPA. Tapi jika
selalu melihat ke atas... Di atas langit itu masih ada langit. Selalu seperti
itu. Hanya tinggal bagaimana kita ‘membawa’ kita sendiri sampai ke langit yang
tepat *apa sih.
Jadi sebenernya apa sih
yang ingin aku bicarakan dari tadi? Ya satu ini: pesimis. Begitu melihat ke
‘atas’, wajar jika berperasaan seperti itu. Tapi masalahnya, ketika melihat ke
‘bawah’ dan lalu merasa seperti itu juga... Duh gawat. Tapi ini semua fakta.
Teman-teman yang sekarang berada di sini adalah orang-orang pilihan. Bahkan teman-teman
yang ketika asalnya dulu sama sekali tidak bisa bahasa Jepang, sekarang... sudah
tidak perlu ditanyakan lagi. Kemajuan mereka pesat sekali!!! Dan lagi-lagi jika
mencoba membandingkan dengan diriku dulu ketika masih awal-awal belajar b.
Jepang... Uwoooh, jauuuh~ (>_<) Tapi hal ini juga jadi membuatku berpikir
ke hal lain: kalau selalu merasa tidak puas, lalu kapan aku akan bersyukur?
Mungkin memang sifat dasar manusia selalu merasa tidak puas, jika sudah
mendapatkan sesuatu yang diinginkan, lantas ingin yang lebih lagi. Mungkin ini
sangat bagus untuk menjadi motivasi, terutama dalam hal belajar dan persaingan yang
sehat pastinya. Tapi lalu, kemana rasa syukur itu begitu mendapatkan apa yang
diinginkan? Apa sebenarnya tindakan yang benar dalam menanggapi rasa syukur
itu?
Syukur tidak hanya lisan,
tidak hanya ucapan dari untaian kata-kata manis. Aku selalu percaya, rasa
syukur yang sebenarnya itu adalah yang juga dibarengi dengan perbuatan nyata :)
Waktu dan jarak semakin membuatku berpikir. Bepikir membuatku lebih belajar.
Dan aku harap, belajar bisa membuatku lebih bijaksana. Entah bagaimana, tapi
aku rasa aku harus bisa jadi dewasa. Bukan dari sekedar fisik, tapi pastinya
juga perbuatan. Tidak hanya bisa membedakan mana yang baik dan mana tidak, tapi
juga bisa merealisasikannya dalam tindakan
nyata :)
Jujur, aku dibesarkan
bukan di lingkungan yang agamis. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku
jadi semakin yakin, agama merupakan sumber pembelajaran yang pertama dan utama.
Jika seandainya (seandainya lho ya) tidak begitu pun, aku yakin di dalam diri setiap orang ada yang
namanya hati nurani. Berdasarkan pengalaman pribadi, walaupun sebagai manusia
aku sering sekali melakukan kesalahan, terutama kepada sang Pencipta, tapi
entah mengapa, setiap akan melakukan suatu hal yang kurang baik, pasti langsung
tersadar dan rasanya enggan hati ini untuk berbuat. Perasaan seperti ini kerap
kali ada. Pasti ada. Tinggal bagaimana aku menyikapinya, apakah menuruti keinginan
hati nurani, atau membohongi diri sendiri *nah lho.
Aku ingin mengubah hidupku
menjadi lebih baik. Mulai sekarang, mulai hari ini juga. Terus, aku juga sedang
berusaha move on sama “sesuatu”, dan alhamdulillah sepertinya Allah
memudahkanku. Sejak dulu aku selalu tidak suka dengan kalimat “selama ada
kemauan di situ ada jalan”. Ada yang kurang! Lebih enak kalau begini: “selama
ada kemauan, usaha, dan doa, di situ ada jalan” :) Keinginan saja tidak cukup!
Mana realisasinya? Karena seperti yang telah kita ketahui, jika berani
bermimpi, maka harus siap juga untuk berbuat dan berusaha.
Nah kalau misalnya
ternyata tetep ga kesampaian? Ingat, sekeras apapun kita berusaha, sejauh
apapun kita memperjuangkan, memang pada akhirnya Allah-lah yang memutuskan
hasilnya. Tapi percayalah, apapun yang terjadi, pasti itu yang terbaik untuk
kita dan semuanya kan? Pasti selalu ada hikmah di balik semua kejadian kan? Dan
inilah satu-satunya jalan keluar bagi diriku yang pesimis. Apa sih salahnya
berbaik sangka? Apa sih jeleknya optimis? Apa sih ruginya ber-husnuzhan? Toh
yang dikhawatirkan ‘belum’ terjadi kan? Masih ada waktu untuk berusaha agar hal
itu tidak terjadi, kan? Jelek kan kalau murung terus, negative-thinking melulu.
Nanti malah cape sendiri :( Oleh karena itu, semangat!!! Karena kita ga
sendiri. Karena kita adalah orang-orang yang beruntung yang senantiasa
diberkahi oleh Allah, bahkan sampai detik ini :) SemangkA!!! (Hayooo tau ga ini
kepanjangannya apa? XD)
Oya, omong-omong mengenai UTS
di semester kali ini... UTS “seharusnya” dilaksanakan selama 4 hari, dari Jumat
sampai Rabu (Sabtu-Minggu libur). Tapi karena ada badai besar datang ke Tokyo,
makanya jadi hanya 3 hari. Hari pertama: Politik-Ekonomi. Ini nih, mata
pelajaran yang bener-bener bikin aku ingin guling-guling di rumput taman, terus
habis itu teriak sekencang-kencangnya, berkata “OH God, why?!” dengan muka ala
meme comic (=___=) Salah satu penyebab kenapa aku bisa sampai berpikir seperti
itu: “Pak, arep ngomong opo toh?”. Bukan masalah di b. Jepangnya, tapi ketika
bapak (baca: guru politik-ekonomi) ingin menjelaskan sesuatu, selalu
muter-muter. Ujung-ujungnya malah jadi ngebahas hal lain yang tidak ada sangkut
pautnya*ecapedeh. Kan jadi ga ngerti sebenernya maksudnya mau menyampaikan apa :(
Terus, pas di luar jam pelajaran nanya langsung ke bapak bareng teman-teman
yang lain, lagi-lagi beliau menjelaskan dengan cara yang sama. Alhasil, kami
hanya bisa berasumsi untuk coba menjawab soal latihan dari kisi-kisi yang telah
bapak berikan *hopeless. Terus bagaimana UTS-nya? ... Kita tunggu saja hasilnya
nanti. Hiks... *masih berharap ( ; _ ; ) Bismillah!!
Nah hari kedua: grammar
dan sejarah Jepang. Karena badai, tes ini dipindah jadwalnya ke hari Selasa.
Alhasil, hari itu tesnya jadi 4 mata ujian (T_T) Berbicara mengenai badai,
karena aku suka hujan, dulu aku pernah nulis begini: “... semoga secepatnya
bisa liat badai yang di Jepang, aamiin!”. Alhamdulillah kesampaiaaan \(*o*)/
Maka nikmat Allah mana yang masih mau kau dustakan, Fa? Bahkan impian kecil ini
senantiasa Allah kabulkan ( ; _ ; ) Lalu bagaimana ‘sensasi’ melihat badai Jepang
yang sesungguhnya? Sesuatu (≧∇≦)!!! Pintu kaca di beranda
padahal sudah aku tutup rapat-rapat, tapi suara angin kencang di luar masih
saja terdengar jelas (o_O) Dan para pohon di pinggir jalan yang warna daunnya
telah berubah menjadi kuning-kecoklatan dengan tangguhnya menggerakan ujung
dahannya ke sana-kemari sambil mengikuti arah terpaan angin (*o*) Begitu coba keluar
kamar, dingin bangeeeet~ Badai berlangsung sejak pagi hingga siang. Begitu reda,
pemandangan menakjubkan tampak dari balik jendela. Langit biruuuuuuuuuuuuu!!!
*tambah excited. Sudah lama aku tidak melihat lagi pemandangan gunung Fuji
dengan sangat jelas dari balkon kamarku! (*o*) Lalu sorenya, langit di sekitar
arah gunung Fuji indaaaaaah banget, warnanya oranye tipis. Sungguh hari yang indah
(≧∇≦)
Badai no. 18
Pemandangan seusai badai dari
balkon kamar
Langit senja kala itu *alah
Di satu sisi, bahagia
banget bisa lihat pemandangan alam yang indah, tapi di satu sisi lagi...
Pegeeeel banget karena duduk lama di kursi! Mungkin hari itu adalah rekor
terlamaku duduk di kursi belajar. Karena sedang UTS dan tidak bisa ke mana-mana
juga, jadi seharian belajar terus di meja belajar... (=o=) Semoga hasil
belajarnya sepadan dan sesuai harapan, aamiin! (^_^)
Keesokan harinya... Perang
besar dimulai, langsung 4 mata ujian: grammar, listening, vocabulary-kanji, dan
sejarah Jepang. Di sela-sela waktu istirahat, aku ‘menyempatkan’ untuk kembali
membaca dan menghapal materi. Yang membuat aku agak kaget itu ujian sejarah.
Saat UAS semester lalu, soal yang disediakan cukup banyak dan semuanya tipe
soal menulis (essay). Tapi ternyata kali ini, walaupun materinya sama-sama
banyak, soalnya tidak sebanyak UAS kemarin dan bahkan ada jawaban yang hanya
perlu kami jawab dengan cara melihat kisi-kisi dari gambar. Alhamdulillah. Tapi
teman-teman yang lain banyak juga yang “mengeluh” karena sudah susah payah
menghapal banyak, ternyata yang keluar sedikit dan bisa dibilang tidak terlalu
sulit. Semoga saja bila merasa begitu bisa benar-benar mendapat nilai sempurna,
aamiin!
Hari terakhhir UTS, hanya
satu mata ujian: reading. Tidak ada persiapan yang spesial seperti ujian-ujian sebelumnya
untuk tes satu ini. Hanya, ketika ujian, aku benar-benar menggunakan kesempatan
untuk kembali mengecek jawaban sampai detik-detik terakhir, hingga aku adalah
orang terakhir yang berada di ruang ujian. Soalnya aku suka ga telitiiii :( Apa
yang yang bisa aku upayakan sudah aku kerjakan. Kini tinggal berdoa. Semoga
semua hasil ujian bisa sesuai target, aamiin! (>_<)
Ya inilah sekilas
pengalamanku akhir-akhir ini, khususnya mengenai UTS. Next: UAS! Semangat,
semangat!!
Terus, mungkin untuk
refreshing sehabis ujian juga kali ya, besok aku akan school trip ke prefektur
sebelah, yaitu ke daerah bernama Tsukuba! Di Tsukuba, kami akan mengunjungi
salah satu taman luas yang katanya sangat terkenal, ke sebuah museum,
dan satu lagi yang paling super: JAXA! JAXA adalah badan luar angkasa Jepang,
bisa dibilang juga seperti NASA-nya Amerika Serikat. Hmm semoga menyenangkan
dan aku bisa menulis ceritanya di post selanjutnya, aamiin!